Sukses

Rupiah Paling Perkasa di Asia dan Bisa Sentuh 13.500 per Dolar AS

Rupiah paling perkasa, bahkan jika situasi terkendali bisa sentuh 13.500 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang rupiah memimpin sebagai yang paling perkasa di Asia. Terkini, rupiah sudah meninggalkan angka 14.000 per dolar AS.

Menurut pantauan kurs Bloomberg, rupiah sedang berada di level 13.989 per dolar AS. Ini penting karena rupiah telah turun dari level psikologis.

Penguatan rupiah berasal dari dua faktor: The Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI).

Bloomberg menyebut, The Fed telah berjanji akan bersikap dovish dengan lebih sabar dalam menaikkan suku bunga. Sementara, Gubernur BI yang menyatakan akan bersikap hawkish perihal suku bunga.

"Rupiah jelas telah mendapat untung dari pernyataan Fed yang dovish semalam yang dapat mendukung aliran surat utang," jelas Dushyant Padmanabhan, analis mata uang Nomura Holdings Inc. di Singapura.

Vishnu Varathan, Kepala Ekonomi dan Strategi Mizuho Bank Ltd di Singapura, menyebut faktor lainnya adalah mata uang Yuan yang makin kuat juga membantu mendorong rupiah. Sekadar info, yuan tertinggi dalam setengah tahun terakhir berkat kebijakan The Fed.

Ia mengatakan, level selanjutnya yang perlu diawasi adalah 13.800 per dolar AS, dan jika situasi peningkatan terjaga, maka rupiah dapat menyentuh 13.500 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BI Yakin Rupiah Bakal Menguat Sepanjang 2019

 Nilai tukar rupiah mengawali 2019 dengan positif. Banyak faktor membuat nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS sepanjang awal tahun.

Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis, nilai tukar rupiah akan terus perkasa sepanjang 2019.

"Kami melihat bahwa nilai tukar rupiah ke depannya akan stabil dan cenderung menguat," kata Perry dalam paparan KSSK, di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Perry menuturkan, ada empat faktor yang akan mendorong tren penguatan nilai tukar tersebut. Salah satu adalah ketidakpastian ekonomi global yang kian menurun pada 2019.

Selain itu, bank sentral AS dipastikan tidak akan seagresif tahun lalu untuk mengerek suku bunga acuannya. 

"Karena kenaikan suku bunga The Fed hanya dua kali (tahun ini), sehingga laju kenaikannya lebih rendah dari tahun sebelumnya," ujar dia. 

Faktor kedua adalah tingkat kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi domestik di tanah air akan terus seiring derasnya aliran masuk modal asing yang sudah dimulai sejak kuartal akhir 2018.

Faktor selanjutnya adalah fundamental ekonomi Indonesia yang diklaim semakin kuat ditandai angka pertumbuhan ekonomi yang baik, tingkat inflasi rendah, dan defisit anggaran yang lebih rendah dari target.

"Terakhir, mekanisme pasar yang lebih baik akan mendukung stabilitas nilai tukar pada 2019," ujar dia.