Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengaku belum menerima laporan pinjaman online (fintech) nakal hingga hari ini dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah menuturkan, pihaknya belum dapat menyelesaikan kasus itu hingga memperoleh data-data pendukung dari LBH. Ia meminta agar LBH Jakarta seharusnya dapat mendengarkan pernyataan dari sisi penyelenggara.
"LBH sebagai lembaga kredibel harusnya fairness, adil mendengarkan dua sisi yaitu pengadu dan penyelanggara. Dengan tidak adanya data, kami melihat belum ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah," ujar dia di Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019).
Advertisement
Â
Ia menyayangkan, usaha baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi yang tidak disambut kooperatif oleh LBH sebagai pihak penerima laporan tersebut.Â
Sementara itu, Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan, sebagai tindakan preventif, pihaknya telah membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan kode etik operasional atau code of conduct (CoC) Fintech Peer to Peer (P2P) Lending (Pendanaan Online).
"Dengan demikian, kami harap ini akan melindungl konsumen, seperti diantaranya Iarangan mengakses kontak, dan juga penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman. Dalam kode etik itu. AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari dengan penagihan maksimal 90 hari," ujar dia.
Baca Juga
Selain itu, AFPI juga tengah mengembangkan pusat data Fintech, terutama untuk mengindikasi peminjam nakal.
Jika peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, akan tercatat pada pusat data fintech sebagai peminjam bermasalah.Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â