Sukses

Alasan Dua Komoditas Ekspor Ini Bebas Kewajiban Lapor Surveyor

Pemerintah masih mengkaji dua kelompok komoditas ekspor bebas kewajiban penyampaian laporan surveyor (LS).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah masih mengkaji dua kelompok komoditas ekspor bebas kewajiban penyampaian laporan surveyor (LS). Kedua komoditas itu adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan pipa gas. 

"Ini masih kita pelajari ya tapi paling arahnya itu dua yaitu CPO dan pipa gas. Pipa gas ngapain disuruh LS. You mau ngukur apa, pakai apa? Itu enggak perlukan? Ya sudah," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Senin (4/2/2019).

Darmin melanjutkan, sebenarnya masih ada dua komoditas lain yang akan dibebaskan dari laporan surveyor. Kedua komoditas tersebut antara lain kayu gelondongan dan rotan. 

"(Kayu gelondongan dan rotan) Kalau dikaji belum tentu akan dilaksanakan. Kalau kita anggap itu perlu, ya akan dijalankan. Tp kalau CPO dan pipa gas mah tidak perlu," ujar dia.

Darmin menambahkan, pembebasan ini diperlukan untuk efisiensi prosedur ekspor. Jadi ke depan, ekspor Indonesia lebih cepat dan mudah dalam hal administrasi. 

"Tergantung komoditinya lain-lain. Kita sebenarnya bukan hanya urusan LS tapi ada juga prosedur lain yang enggak perlu ya enggak usah dilakukan. Tentu saja kalau perlu ya dilakukan," tutur dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Empat Komoditas Ekspor Bebas Kewajiban Laporan Surveyor

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memastikan, terdapat empat kelompok komoditas ekspor yang bebas dari kewajiban penyampaian Laporan Surveyor (LS).

"Telah disepakati, pada tahap awal ada empat kelompok komoditas ekspor yang akan dibebaskan dari kewajiban LS," kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono seperti mengutip Antara, Senin 4 Februari 2019.

Susiwijono mengatakan empat komoditas ekspor yang akan dipermudah proses ekspornya adalah crude palm oil (CPO) dan turunannya, gas yang diekspor melalui pipa, rotan setengah jadi dan kayu log dari tanaman industri.

Untuk itu, tambah dia, pada awal Februari 2019, akan dilakukan penghapusan kewajiban LS untuk dua kelompok komoditi terlebih dulu yaitu CPO serta turunan dan gas melalui pipa.

Penghapusan itu ditandai dengan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kewajiban LS atas kedua produk tersebut.

Saat ini juga sedang dilakukan finalisasi revisi Permendag nomor 54/M-DAG/PER/7/2015 tentang Laporan Surveyor Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya. Selain itu, juga disiapkan revisi Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen BC yang akan mengatur tata laksana ekspor atas komoditas tertentu, terutama CPO dan turunannya, serta gas yang diekspor melalui pipa.

Mekanisme pengurangan komoditi ekspor wajib LS secara bertahap dan mitigasi risiko serta kesiapan SDM dan sarana pemeriksaan laboratorium untuk menggantikan pemeriksaan barang ikut sedang disiapkan.

Terkait kewajiban penghapusan LS ekspor, Susiwijono menjelaskan kebijakan ini dilakukan secara selektif terhadap produk tertentu untuk mendorong nilai maupun volume ekspor.

Pertimbangan dari penerapan kebijakan ini adalah dokumen LS atas komoditi ekspor tidak dipersyaratkan oleh pembeli maupun oleh aturan di negara tujuan ekspor.

Kemudian, selama ini verifikasi dari surveyor dilakukan berbarengan dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium dari DJBC sehingga terjadi pengulangan atau duplikasi kegiatan yang prinsipnya sama.

Selain itu, pelaksanaan verifikasi dan penelusuran teknis telah mengakibatkan biaya tinggi dan penambahan waktu dalam proses dan prosedur ekspor.

"Tidak ada ketentuan atau perjanjian internasional yang mengharuskan produk ekspor tersebut dilindungi dengan sertifikasi atau hasil pemeriksaan surveyor," tambah Susiwijono.

Terakhir, verifikasi atau penelusuran data di LS untuk pengawasan dan pelayanan telah dapat digantikan oleh data realisasi ekspor dari DJBC.

Dengan kebijakan untuk menghapuskan kewajiban LS maka diharapkan terjadi pengurangan biaya dan waktu yang signifikan.

Dengan demikian, terjadi peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global, yang akan mampu mendorong ekspor dan menekan defisit neraca perdagangan serta neraca transaksi berjalan.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan kebijakan untuk mendorong peningkatan ekspor dalam jangka pendek serta jangka menengah panjang.

Dua keputusan untuk meningkatkan kinerja ekspor dalam jangka pendek adalah melakukan simplifikasi prosedur ekspor dengan mengurangi wajib LS dan Lartas ekspor serta melakukan efisiensi logistik.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â