Liputan6.com, Jakarta - Jelang Imlek, sekelompok aktivis di Hong Kong menyuarakan kekesalan mereka terhadap turis daratan China. Mereka kesal akibat banyaknya turis-turis China yang berlibur dan berbelanja di Hong Kong, sehingga justru merugikan bisnis kecil.
Dilaporkan South China Morning Post, banjir turis yang datang berbelanja dari China membuat kota menjadi padat dan membawa naiknya harga sewa, sehingga bisnis-bisnis kecil tersingkir. Kota di perbatasan seperti Tuen Mun menjadi kena dampak.
Advertisement
Baca Juga
"Hanya tuan tanah dan pebisnis yang untung dari naiknya angka turis. Rakyat biasa tidak bisa mendapat keuntungan, tetapi harus menanggung konsekuensi negatifnya," ujar Lance Yan Pui-lam, juru bicara kelompok komunitas Tuen Mun Siu Tsui Concern Group.
Keluhan lainnya adalah membeludaknya turis China daratan, sehingga membuat warga Hong Kong kesulitan berbelanja kebutuhan mereka.
Setidaknya ada tiga kelompok yang menyambut lalu mengusir para pembelanja China yang datang ke Tuen Mun. Kota itu berjarak 20 menit dari Shenzhen Bay Border Crossing.
Salah satu aktivis, Roy Tam Hoi-pong, menjelaskan masalah ini juga terjadi tahun lalu ketika kedatangan turis mencapai 65,1 juta dan 78 persen berasal dari China daratan.
"Bagaimana kita dapat menyerap orang-orang tambahan tersebut?" ujar Tam. Sebagai solusi, kelompok itu meminta pemerintah membatasi kedatangan turis dari China daratan menjadi setiap enam bulan sekali.
Bisnis bukanlah satu-satunya yang terdampak kemudahan akses China-Hong Kong. Sebelumnya dikabarkan warga mengeluhkan banyaknya turis China yang menggunakan alat transportasi dan ramai-ramai mengunjungi universitas mereka, sehingga menyulitkan kehidupan mahasiswa lokal.
Penjualan Pernik-pernik Imlek di Pasar Petak Sembilan Glodok Lesu
Penjualan pernak pernik Imlek 2019 pada Tahun Babi ini terpantau lesu dibanding perayaan-perayaan sebelumnya. Hal itu dikeluhkan para pedagang aksesori khas perayaan Imlek di Pasar Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat.
"Shio babi amsyong. Yang (tahun) kemarin lumayan, (shio) anjing. Sekarang orang-orang lagi pada demam, demam kantong, demam duit," keluh Musdahlia (28), pedagang di Pasar Petak Sembilan kepada Liputan6.com, Senin (4/2/2019).
Musdahlia mengaku, keuntungan bersih yang didapatkannya pada perayaan Imlek tahun ini bisa berkurang hingga tiga sampai empat kali lipat dibanding 2018 kemarin. Pendapatan yang tak bagus itu pun disebutkan berkisar Rp 1 juta per hari.
"Sekarang sehari bersihnya cuman dapat Rp 1 juta. Kalau lagi bagus, enggak amsyong, bisa sampai Rp 3-Rp 4 juta (per hari)," jelas dia.
Adapun wanita bertubuh gempal ini coba menjajakan berbagai cindera mata khas Imlek di tendanya, seperti lampion dan hiasan gantungan. Kisaran harganya pun bervariatif, mulai dari Rp 150-300 ribu dengan opsi tawar.
Keluhan serupa turut disuarakan Zainal (20), seorang pedagang aksesoris Imlek lain di pasar yang sama. Dia berasumsi, hewan babi yang berkarakter pemalas ikut mempengaruhi gerak penjualan pernak pernik Imlek pada tahun ini.
"Kalau dibilang kan tiap shio punya arti masing-masing. Shio babi ini kan pemalas, jadi pembelinya kurang,"Â ujarnya.
Akibatnya, dia menuturkan, perolehan keuntungan bersih yang diterimanya pada Imlek kali ini terhitung jauh menurun dibanding perayaan sebelumnya. Sebagai perbandingan, ia menyebutkan, rentang laba per hari yang didapatkannya kini lebih kecil Rp 13 juta dibanding perayaan Imlek saat Tahun Anjing 2018 lalu.
"Sehari sekarang cuman Rp 2 juta. Kita punya target soalnya, sehari dapet Rp 10 juta. Kalau pas Tahun Anjing kemarin bisa sampai Rp 15 juta (per hari)," ujar dia.
Zainal sendiri menawarkan bermacam buah tangan khas hari besar kaum keturunan Tionghoa ini, semisal angpao dan sticker bergambar babi. Khusus untuk angpao, ia bahkan menjual satu paket produk impor yang secara nominal 4 kali lebih mahal dibanding barang lokal.
"Kalau yang impor kita jual ceban (Rp 10 ribu), isi 6 angpao satu paket. Kalau yang lokal dijual ceban untuk 4 pieces (Rp 25 ribu per paket)," tukas dia.
Advertisement