Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Analis memperkirakan rupiah bakal menguat.
mengutip Bloomberg, Kamis (7/2/2019), rupiah dibuka di angka 13.930 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.920 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.930 per dolar AS hingga 13.975 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah menguat 2,95 persen.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.978 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.947 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail memprediksi nilai tukar rupiah pada Kamis ini akan bergerak menguat ditopang sentimen positif baik dari eksternal maupun internal.
"Faktor positif dari dalam dan luar negeri akan mendorong penguatan rupiah," ujar Ahmad seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga
Dari eksternal, dolar AS diperkirakan melemah terhadap mata uang kuat utama dunia lainya. Pelemahan dolar tersebut didorong oleh katalis positif dari perundingan perdagangan AS-China.
Hal tersebut diperlihatkan dari pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin yang akan bertolak ke China untuk bernegosiasi membahas kesepakatan perjanjian perdagangan antara AS dan China sebelum gencatan senjata dalam masalah perang dagang antara AS-China berakhir di Maret.
Dari dalam negeri, rupiah diperkirakan melanjutkan penguatan hari ini didorong sentimen positif data pertumbuhan ekonomi triwulan keempat 2018 yang tumbuh sebesar 5,18 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan ketiga sebesar 5,17 persen (yoy).
Secara keseluruhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan 2017 sebesar 5,07 persen (yoy).
"Rupiah kemungkinan menguat ke level 13.900 per dolar AS sampai Rp 13.950 per dolar AS," kata Ahmad.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonom Indef Ragu Rupiah Bakal Terus Menguat
Sebelumnya, Pemerintahan Jokowi-JK mematok asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 15.000 per dolar AS. Angka ini berubah dari Rancangan APBN-2019 sebesar 14.00 per dolar AS.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Alviliani, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah pada tahun ini memang sulit untuk diprediksi. Sebab, kondisi perekonomian global yang terus bergejolak membuat nominal mata uang Garuda ini cenderung terus bergerak.
"Satu hal terkait dengan rupiah. rupiah saat ini sedang cenderung menguat terus ya. Jadi ini juga satu hal yang perlu kita cermati apakah akan terus menguat, keliatannya belum bisa kita pastikan," kata dia dalam acara Dialog Ekonomi Perbankan, di Jakarta, pada Rabu 30 Januari 2019.
BACA JUGA
Aviliani mengatakan, penguatan rupiah yang terjadi saat ini karena didorong berbagai faktor. Salah satunya melalui aliran modal dana asing yang masuk ke Indonesia cukup deras. Namun, dirinya meragukan, penguatan ini tidak akan berlangsung lama.
"Tapi apakah nanti setelah April ini akan terus menguat? artinya bahwa kita harus mengasumsikan nilai tukar rupiah ini lebih cenderung punya namanya antara, jadi jangan sampai pada satu angka, tidak bisa juga kita liat 14.000 per dolar AS ini seterusnya. Tapi kita harus bisa membuat range antara 14.000 per dolar AS hingga Rp 15.000 per dolar AS," jelasnya.
Aviliani menekankan, untuk menjaga kondisi penguatan rupiah pemerintah bersama Bank Indonesia perlu melakukan beebagai langkah. Caranya dengan mengkonversikan rupiah kepada beberapa mata uang negara asal tujuan. Artinya tidak hanya berfokus pada satu mata uang yakni dolar AS.
"Kita perlu cermati mungkin yen, yuan, euro di mana transaksi dagang kita termasuk pinjaman kita banyak yen ke Jepang, tapi belum dikonversi ke yen. Ini salah satu cara menyeimbangkan mata uang kita," pungkasnya.
Advertisement