Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 mencapai 5,17 persen. Angka ini menjadi salah satu capaian tertinggi pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2014.
Ekonom Faisal Basri menyebutkan, penopang utama pertumbuhan ekonomi 2018 masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni sektor jasa atau sektor non-tradable. Menurutnya, dari 14 sektor jasa, 11 di antaranya tumbuh di atas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sebaliknya, ketiga sektor penghasil barang (tradable) tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi," kata Faisal seperti dikutip dari laman resminya, Kamis (7/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Faisal mengatakan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga meningkat cukup signifikan dari 4,94 persen pada 2017 menjadi 5,05 persen pada 2018. Faktor ini juga menjadi kunci pertumbuhan PDB bisa lebih tinggi dari tahun lalu, mengingat sumbangan konsumsi rumah tangga lebih dari separuh PDB.
Penyumbang terbesar kedua adalah pertumbuhan investasi fisik atau pembentukan modal tetap bruto. Komponen ini diperkirakan mampu menyumbang 32,29 persen dalam PDB, juga mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 6,15 persen pada 2017 menjadi 6,67 persen pada 2018.
"Komponen yang mengerek pertumbuhan ke bawah adalah pertumbuhan impor yang melonjak dan sebaliknya pertumbuhan ekspor merosot," katanya.
Faisal menambahkan, sektor industri manufaktur masih menjadi penyumbang terbesar bagi PDB. Oleh sebab itu, utuk mengerek pertumbuhan ekonomi ke depan pemerintah harus lebih mengoptimalkan sektor ini. Sebab. secara trennya sektor industri manufaktur terus melanjutkan penurunan perannya, dari 20,52 persen pada 2016 menjadi 20,16 persen pada 2017 dan turun lagi ke aras di bawah 20 persen tahun 2018.
"Tiada pilihan lain kecuali mengakselerasikan industri manufaktur untuk membuat pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen pada 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2018 sebesar 5,18 persen secara year on year (yoy). Angka ini naik tipis jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 yang hanya 5,17 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi dari kuartal I-IV 2018 mencapai 5,17 persen. Namun, secara kuartal ke kuartal, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun sebesar 1,69 persen.
"Ekonomi indonesia tumbuh 5,18 persen kalau dibandingkan kuartal IV-2017. Jadi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 5,18 persen dibandingkan kuartal III-2018 kuartal ke kuartal (q to q) minus 1,69 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Rabu (6/2/2019).
Suhariyanto menjelaskan, laju pertumbuhan kuartal IV-2018 ini juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2017 sebesar 5,19 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen jauh lebih baik sejak 2014.Â
BACA JUGA
"Dengan pertumbuhan ekonomi indonesia 5,18 persen maka sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen. Ini tren yang bagus sekali terbaik sejak tahun 2014 ke depan banyak kebijakan ekonomi Indonesia lebih bagus di tengah ekonomi global tidak tentu arahnya," tutur dia.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 hanya mencapai 5,01 persen. Kemudian, untuk 2015 menurun menjadi 4,88 persen. Di 2016 menunjukan kenaikan kembali sebesar 5,03 persen, dan pada 2017 mencapai sebesar 5,07 persen.
"Saya akan bilang 5,17 sepanjang 2018 capaian yang cukup menggembirakan," ujar dia.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir prediksi, pertumbuhan ekonomi pada 2018 capai 5,2 persen.
"Karena 3 triwulan tahun 2018 saja sudah 5,17 persen. Dengan perkiraan pertumbuhan triwulan IV sebesar 5,2 persen maka pertumbuhan 2018 mendekati kisaran 5,2 persen," ujar Iskandar melalui pesan singkat, Jakarta, Senin 4 Februari 2019.
Iskandar mengatakan, faktor pendukung pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 adalah konsumsi dan investasi. Sementara itu ekspor belum terlalu menggeliat disebabkan oleh perlambatan yang terjadi selama beberapa bulan.
"Kalau ekspor mesti di nett kan dengan impor yang hasilnya mendekati 0. Jadi kalaupun ekspor melambat tapi nett nya hampir 0. Dengan melihat perkembangan tersebut dan pertumbuhan konsumsi 5,1 persen akibat pilpres dan pileg," kata dia.
Advertisement