Sukses

Indef: Penerapan OSS Bikin Investasi Melambat pada 2018

Indef menilai, penerapan OSS dapat menjadi evaluasi pemerintah terutama BKPM dan Kemenko Perekonomian.

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, belum siapnya layanan perizinan terintegrasi secara online atau Online Single Submission (OSS) membuat investor asing berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Akibatnya, pada 2018, Penanaman Modal Asing (PMA) turun sebesar 8,8 persen.

Peneliti Indef, Ariyo DP Irhamna mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, PMA mengalami tren pertumbuhan positif. Namun pada 2018, PMA justru turun menjadi Rp 392,7 triliun, dari Rp 430,5 triliun pada 2017.

"Dari 2017 meningkat, tapi pas masuk 2018 kuartal I turun sedikit, drastis di kuartal II dan makin rendah di Kuartal III. Kenapa bisa drastis banget? Kalau saya lihat ada faktor internal juga karena sejak 2018 ada sistem OSS, sistem perizinan investasi, dipindahkan ke Kemenko Perekonomian," ujar dia di Jakarta, Kamis (7/2/2019).

Ariyo mengungkapkan, pemerintah memang memiliki niat baik untuk menggenjot investasi dengan mempermudah proses perizinan melalui OSS. Namun sayangnya implementasi di lapangan tidak semulus yang dibayangnya.

"Memang Pak Jokowi awal tahun, memang psikologisnya 2018 ini tahun terakhir sebelum Pilpres jadi ingin menggenjot realisasi investasi jadi izinnya dipermudah. Tapi kalau diingat launchingnya sampai mundur 2-3 kali hingga akhirnya OSS itu dipindahkan ke Kemenko," lanjut dia.

Meski sudah diluncurkan, lanjut dia, layanan ini belum berjalan maksimal.‎ Adanya layanan ini justru semakin membuat investor kebingungan dalam mengurus izin investasi sehingga malah menjadi penghambat investasi yang ingin masuk.

"Sejak itulah melambat, mengapa? Karena Kemenko biasa koordinasi, jadi bingung mengurusi perizinan. Di kemenko bahkan kalau mau mengurus OSS pertengahan bulan lalu, untuk dapat nomer antrian saja harus dari pagi. Karena bukan tupoksi Kemenko untuk mengurusi teknis," ujar dia.

Dampak lainnya, kata Ariyo, lembaga pembiayaan khususnya asing menjadi enggan menggelontorkan dananya jika investor mengurus perizinannya melalui OSS.

Hal ini harus menjadi evaluasi pemerintah, khususnya Kemenko Perekonomian dan BKPM pada 2019 jika tidak ingin PMA kembali melorot.

"Bahkan saya denger ada beberapa bank yang enggak mau ngasih kredit kalau dari OSS karena masih belum jelas. Dan semalam saya cek sistem di OSS itu masih belum ada format bahasa Inggrisnya, padahal tidak semua asing pake law firm lokal. Saya cek sistemnya dan juga ada beberapa subsektor yang belum ada (layanannya). Ini memang sudah mulai baik tapi implementasinya harus lebih cepat," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Kepala BKPM Akui Penerapan OSS Masih Banyak Kendala

Sebelumnya, layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS) masih terus dalam penyempurnaan.  Ini setelah layanan tersebut resmi pindah dari Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ke Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Januari lalu. 

Hal ini diungkapkan Kepala BKPM, Thomas Lembong usai acara Indonesia Economic and Investment Outlook 2019, di kantor BKPM, Jakarta pada Rabu 6 Februari 2019.

"OSS Masih cukup banyak tantangan dan kesulitan. Satu persatu masalah seperti software dan konektivitas sedang kami perbaiki," ujar dia.

"Target kami tahun ini adalah terlaksananya Rakernas tahunan BKPM dengan 530 BKPM daerah, dan di pertengahan Maret kami akan meluncurkan fase berikutnya dari OSS," kata dia.

Lembong pun menjelaskan bahwa perbaikan layanan OSS pada fase ini berada pada pengawasan, dan memfasilitasi proyek-proyek besar yang berinvestasi di daerah yang membutuhkan penasehat antara kementerian dan lembaga.

"OSS ditargetkan menjadi platform koordinasi online antara lembaga dan kementerian untuk menyampaikan kendala-kendala investasi. Sambil kami membenahi dan membereskan soal perijinan," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â