Liputan6.com, Jakarta - Apakah Anda sedang cuti berlibur dan masih memikirkan urusan pekerjaan di kantor? Bukan hal aneh mengingat sebuah studi menemukan bahwa butuh sekitar 4 hari libur bagi rata-rata pegawai untuk tenang dan tidak memikirkan pekerjaan di kantor.
Melansir laman studyfinds.org, studi yang digelar Apple Vacations melakukan survei terhadap sekitar 2 ribu pegawai di Amerika Serikat. Survei tersebut fokus pada pertanyaan apakah para karyawan melupakan urusan pekerjaan saat cuti berlibur.
Advertisement
Baca Juga
Hasilnya, butuh sekitar 4 hari dalam situasi libur panjang, agar mereka bisa benar-benar menikmati waktu liburan. Setelah 4 hari, biasanya para pegawai mulai fokus pada kebahagiaan bersama keluarga dan mengesampingkan urusan pekerjaan.
Sementara itu 8 dari 10 orang dalam survei tersebut mengaku sangat kesulitan untuk keluar dari urusan pekerjaan saat sedang bekerja. Bahkan mereka lebih memilih untuk kembali ke kantor meski waktu cuti belum habis.
Lebih dari itu, sekitar 37 persen dari seluruh peserta survei mengaku merasa bersalah meninggalkan pekerjaan di kantor. Faktanya, perasaan tesrebut yang membuat banyak responden memilih untuk tidak berlibur.
Sebagian lain bahkan merasa cuti berlibur dapat berdampak negatif pada kariernya. Sebanyak 26 persen peserta survei mengatakan, cuti berlibur dapat menjadi penghambat naik jabatan di kantor.
"Benar-benar tidak memikirkan pekerjaan saat berlibur benar-benar terasa sulit apalagi dengan fasilitas wifi di mana mereka bisa dengan mudah terhubung dengan pekerjaan di kantor," terang Vice President Apple Vacations Sandy Babin.
Tak jarang karyawan juga iseng mengecek urusan pekerjaan secara berkala di tengah hari libur. Hal tersebut justru menjadi salah satu faktor utama mengapa banyak karyawan tidak dapat menikmati haknya berlibur.
Studi: Diskriminasi terhadap Berat Badan Kian Meningkat di Tempat Kerja
Diskriminasi di tempat kerja terhadap berat badan masih terpantau besar. Ini berlawanan dengan bentuk diskriminasi lain yang semakin menurun.
Dilaporkan The Ladders, diskriminasi mulai menurun di tempat kerja, namun diskiminasi terhadap berat badang lambat menurun. Ini muncul di studi jurnal Psychological Science dan menganalisis data selama 20 puluh terakhir di Amerika Serikat (AS).
Berkurangnya diskriminasi pada berat badan hanyalah 15 persen. Sebaliknya, diskriminasi terhadap pegawai gay dan lesbian di tempat kerja berkurang jauh hingga 49 persen, dan bias ras turun 17 persen, dan 15 persen untuk warna kulit.
Pemimpin penulisan laporan itu, Tessa Charlesworth dari Universitas Harvard, belum mengetahui persis apa penyebabnya. Ia memperkirakan, itu disebabkan orang-orang lebih mudah menghakimi berat badan karena hal itu dianggap dapat dikendalikan.
"Kami hanya bisa berspekulasi. Kami sering berbicara mengenai 'wabah obesitas' atau 'masalah' orang yang obesitas. Juga kita biasanya berpikir bahwa berat badan adalah sesuatu yang bisa dikendalikan, dan jadinya kita lebih mudah menghakimi dengan bilang, 'Kami harusnya mengubah ini,'" jelas Charlesworth.
Sama seperti mereka yang berbadan gemuk, bias di tempat kerja belum membaik terhadap pegawai berusia tua serta pengidap disabilitas. Meski begitu, Charlesworth tetap optimistis bahwa diskriminasi bisa berubah, karena hasil studi menunjukkan bahwa sikap implisit alias bias dapat berubah pada rentan waktu tertentu.
"Penelitian ini penting karena menunjukkan ada perbedaan dari asumsi sebelumnya bahwa sikap implisit adalah hal yang selalu ada di pikiran atau masyarakat. Faktanya, sikap implisit dapat melalui perubahan jangka panjang," jelasnya.
Advertisement