Liputan6.com, Jakarta BPJS Ketenagakerjaan menandatangani Nota Kesepahaman bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penandatanganan kesepakatan dilaksanakan di Gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta pada Rabu (13/2/2019).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto mengatakan jika nota kesepahaman ini merupakan komitmen penuh BPJS Ketenagakerjaan mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi serta gratifikasi dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Baca Juga
BPJS Ketenagakerjaan dan KPK nantinya akan berkoordinasi sesuai dengan kewenangan dan kapasitasnya yang diatur sesuai dengan ketentuan perundangan.
Advertisement
Ruang lingkup kerjasama ini meliputi pertukaran data dan informasi, pencegahan tindak pidana korupsi, pelatihan, sosialisasi berkesinambungan, hingga pelaksanaan kajian dan penelitian.
“Kami sangat serius menegakkan Integritas Institusi untuk menjaga amanah yang dipercayakan negara dan masyarakat pekerja kepada kami. Untuk itu kami bersama-sama dengan KPK akan mengawal pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan di BPJS Ketenagakerjaan dan juga mengawal implementasi sistem jaminan sosial di level nasional sesuai dengan amanah UU," jelas dia dalam keterangannya.
Agus juga menambahkan sebelumnya BPJS Ketenagakerjaan telah mendapatkan apresiasi dari KPK selama dua tahun berturut-turut terkait pengelolaan gratifikasi.
“Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ini merupakan kebutuhan masyarakat pekerja, dan terdapat dana pekerja dalam jumlah besar yang harus dikelola sepenuhnya untuk kepentingan pekerja, sehingga tentunya KPK berkepentingan mengawal pelaksanaannya", tutur dia.
Sementara itu, Ketua KPK, Agus Rahardjo menyampaikan kepada awak media bahwa KPK akan mengkaji secara menyeluruh implementasi jaminan sosial ketenagakerjaan, untuk memastikan kepatuhan pada UU terkait jaminan sosial nasional.
"KPK akan memastikan apakah pemerintah telah menyiapkan roadmap terkait bergabungnya program Taspen dan Asabri dalam skema jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. KPK akan memanggil Taspen dan Asabri untuk melihat kondisi di lapangan saat ini terkait implementasi jaminan sosial apakah masih sesuai dengan UU", tegas Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo juga menyampaikan fokus KPK adalah manfaat yang diterima oleh masyarakat pekerja, untuk itu, hasil kajian yang dilakukan akan disampaikan kepada pemerintah untuk menata sistem jaminan sosial nasional.
Agus Susanto menjelaskan melalui kerjasama ini nantinya BPJS Ketenagakerjaan juga akan melaksanakan kegiatan bersama seperti pendidikan, pelatihan, kajian dan penelitian dengan semangat pencegahan tindak pidana korupsi dan gratifikasi di BPJS Ketenagakerjaan.
“Kami harap KPK mengawal aktifitas operasional BPJS Ketenagakerjaan, agar semua proses pengelolaan dana kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan dapat berjalan dengan baik, tanpa ada penyelewengan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. KPK juga dapat memastikan pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia sesuai dengan UU, seperti memenuhi prinsip nirlaba, dimana semua dana dioptimalkan utk kepentingan peserta, bukan untuk mencari keuntungan, atau kepentingan pihak tertentu. Selain itu juga mengawal harmonisasi regulasi turunan jangan sampai ada yang melenceng dari amanat UU", pungkas Agus.
Â
Roadmap
Sebelumnya, Komisi IX DPR RI juga mengusulkan agar pemerintah segera menyusun peta jalan atau roadmap khusus yang mengatur pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan pekerja non ASN.
Roadmap tersebut dinilai cukup mendesak untuk mengakhiri dualisme pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan ASN, PPPK dan pekerja non ASN yang saat ini masih terpecah antara Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjan dan PT Taspen (Persero).
Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf menegaskan bahwa sejak awal posisi DPR tetap mengacu kepada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, sehingga Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit belakangan seharusnya patuh terhadap isi undang-undang tersebut.
"Kalau menurut saya ini karena pemerintah belum melebur badan-badan yang lain, sehingga semua masih berebut kepesertaan. Tentu dalam konteks ini kita melihat UU yang berlaku, itu menyatakan BPJS Ketenagakerjaan yang berhak. Kalau PP itu kan di bawah UU. Kemungkinan besar nanti kita akan pertanyakan apa pasalnya dan bagaimana argumen pemerintah," kata Dede Yusuf.
Â
Advertisement