Sukses

Indef: Impor Beras 2018 Terbesar Kedua Setelah 2011

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2000 tren impor beras yang dilakukan Indonesia berfluktuatif.

Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, impor beras yang dilakukan Indonesia merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan. Bahkan dalam 18 tahun terakhir, impor beras pada 2018 merupakan yang tertinggi kedua setelah 2011.

Peneliti Indef Rusli Abdulah mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2000 tren impor beras yang dilakukan Indonesia berfluktuatif.  Ada kalanya melonjak tinggi atau lebih rendah.

"Impor beras di 2018 jadi yang tertinggi kedua sejak 2000. Tertinggi pertama yaitu pada 2011," kata dia di Jakarta, Kamis (14/2/2018).‎

Dia mengatakan, secara garis beras impor beras kecenderungannya meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini jika pemerintah tidak melakukan antisipasi dengan mendorong peningkatan produksi di dalam negeri.

‎"Ini (impor beras) bisa meningkat, mengingat konsumsi meningkat. Tapi untungnya kita sudah punya data yang valid," tandas dia.

Dia membeberkan, pada tahun 2000, impor beras tercatat sebesar 1,35 juta ton. Kemudian naik pada 2001 mencapai 644 ribu ton, 2002 sebanyak 1,8 juta ton, 2003 sebanyak 1,4 juta ton, 2004 sebanyak 236 ribu ton, 2005 sebanyak 189 ribu ton, 2006 sebanyak 438 ribu ton.

Kemudian 2007 sebanyak 1,4 juta ton, 2008 sebanyak 289 ribu ton, 2009 sebanyak 250 ribu ton, 2010 sebanyak 687 ribu ton.

Kemudian pada 2011 sebanyak 2,75 juta ton, 2012 sebanyak 1,81 juta ton, 2013 sebanyak 472 ribu ton, 2014 sebanyak 844 ribu ton. Selanjutnya di 2015 sebanyak 861 ribu ton, 2016 sebanyak 1,28 juta ton, 2017 sebanyak 305 ribu ton dan 2018 sebanyak 2,25 juta ton.

 

2 dari 2 halaman

Ombudsman: Peringatan Dini Impor Bukan untuk Perkeruh Suasana

Ombudsman RI melayangkan peringatan dini (early warning) terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Peringatan tersebut terkait impor 4 komoditi pangan yaitu beras, gula, garam dan jagung.

Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih menegaskan, peringatan dini tersebut tidak bertujuan meperkeruh suasana jelang debat pilpres kedua yang jatuh pada 17 Februari mendatang. Meski salah satu yang akan dibahas pada debat tersebut adalah terkait impor pangan.

"Sebetulnya setiap tahun kita melakukan mengundang, memberikan (peringatan dan laporan). Kami sampaikan ke publik memang pada tiap awal tahun," kata dia di kantornya, Senin (4/2/2019).

Dia menegaskan, hal tersebut perlu diketahui publik agar tidak luput dari perhatian. Pasalnya, menjelang pemilu perhatian akan lebih banyak tertuju pada urusan politik.

"Jadi kita sampaikan ke media karena pertimbangan tadi, situasi sedang tahun politik, khawatir kalau kita sibuk isu politik tiba-tiba ada maladministrasi dalam.impor," ujarnya.

Dia melanjutkan, isu impor pangan belum tentu juga akan menjadi bahasan dalam debat yang akan digelar dua minggu ke depan.

"Debat yang memutuskan panelis, belum tentu masuk topik ini. Tapi jauh lebih penting dari segala debat dan lain sebagainya waspada dengan impor ini, karena nanti prestasi atau proses yang sudah dijaga selama ini bisa bobol di akhir periode ini. Sayang, yang rugi kan masyarakat. Kalau soal debat kami belum mengetahui apa topiknya dan ini kewenangan KPU dan panelis," ujarnya.

Â