Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia defisit USD 1,16 miliar pada Januari 2019. Defisit tersebut seiring turunnya ekspor Indonesia di awal tahun.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, penurunan ekspor Indonesia cenderung dipengaruhi perang dagang antar negara tujuan ekspor Indonesia. Selain itu, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor juga turut mempengaruhi.
"Itu lebih cenderung karena ekspor kita terutama nomor satu ke China, nomor dua AS, tiga Jepang, empat Eropa atau India. China, termasuk AS, pertumbuhan ekonomi dan perdagangannya turun, jadi kita terpengaruh langsung dengan perang dagang itu," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Advertisement
Dia menjelaskan selain karena perang dagang, kebijakan India mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap crude palm oil (CPO) milik Indonesia turut melemahkan eskpor Indonesia.
"Kemudian pada waktu yang sama, India juga sedang kerjain kita di CPO, jadi bukan karena kita sudah lewati puncak dari kemampuan ekspor kita, tapi karena perkembangan dunianya cepat sekali," jealsnya.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, perlu waktu mencari strategi baru untuk membuat ekspor Indonesia kembali bergeliat. Mengingat saat ini, ekonomi China diprediksi masih akan melambat.
"Mungkin apakah akan lebih melambat, itu belum tahu. Tapi rasanya justru kalau ekonomi China di 6,5 persen itu bisa lebih stabil. Kemudian kita memang mestinya, produk yang kita ekspor ke China, tidak mudah dialihkan ke negara lain, karena itu hasil pertambangan dan perkebunan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Ekspor RI Turun 3,24 Persen di Januari 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara total ekspor Indonesia pada Januari 2019 mengalami penurunan 3,24 persen dibandingkan Desember 2018 dan Januari 2018 sebesar 4,7 persen (yoy). ‎Pada Januari 2019, ekspor Indonesia sebesar USD 13,8 miliar, sedangkan di Desember 2018 sebesar USD 14,3 miliar.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, penurunan ekspor Januari 2019 tersebut disebabkan oleh menurunnya ekspor migas sebesar 29,3 persen, yaitu dari USD 1,74 miliar menjadi USD 1,23 miliar.
"Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak 29,76 persen, menjadi USD 75,1 juta dan ekspor minyak mentah 77,25 persen menjadi USD 72,1 juta. Demikian juga ekspor gas turun 17,77 persen menjadi USD 1,08 miliar," ujar dia di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Baca Juga
Sementara ekspor nonmigas, lanjut dia, mengalami naik 0,38 persen, dari USD 12,5 miliar menjadi USD 12,6 miliar. Peningkatan ekspor nonmigas tersebut khususnya terjadi pada kelompok bijih, kerak dan abu logam sebesar USD 80,3 juta atau 37,8 persen. Sedangkan penurunan ekspor terbesar terjadi pada mesin-mesin dan pesawat mekanik sebesar USD 127,1 juta atau 22,42 persen.
Komoditas nonmigas lain yang mencatatkan peningkatan nilai ekspor yaitu bahan kimia organik sebesar USD 74,8 atau 32,12 persen, besi dan baja sebesar USD 51,3 juta atau 10,84 persen, kendaraan dan bagiannya USD 46,8 juta atau 7,7 persen, serta alas kaki USD 42,1 juta atau 9,85 persen.
Sementara komoditas yang mengalami penurunan selain mesin dan pesawat mekanik yaitu peralatan listrik USD 94,7 juta (12,81 persen, berbagai produk kimia USD 36,8 juta (11,06 persen), bahan bakar mineral USD 34,4 juta (1,76 persen) dan nikel USD 26,7 juta (41,04 persen).
"Jadi yang mengalami kenaikan yaitu ‎Biji kerak ekspor ke China dan Filipina; kimia organik ke China, Jepang dan India; besi baja ke China, Korea Selatan dan Taiwan. Yang turun itu mesin dan pesawat mekanik ke Jepang, Singapura dan Thailand serta mesi dan peralatan listrik ke Jepang, Singapura dan Amerika Serikat," tandas dia.
Advertisement