Liputan6.com, Jakarta - Pengunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada sektor kelistrikan diproyeksikan menurun pada 10 tahun ke depan. Penurunan tersebut dari 5 persen menjadi hanya 0,4 persen. Hal ini tercantum dalam Rencana Usaha Penyedian Ketenagalistrikan (RUPTL) 2019-2028.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, Pemerintah terus mengurangi penggunaan BBM di sektor kelistrikan. Pengurangan ini seiring dengan target bauran energi sektor kelistrikan kedepannya.
Dua alasan utama pengurangan penggunaan BBM karena energi ini harganya mahal dan tidak ramah lingkungan.
Advertisement
Baca Juga
"BBM akan turun jadi 0,4 persen. Sekarang kan kira-kira masih di 5 persen," kata Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Untuk menurunkan konsumsi BBM dalam memproduksi listrik, Kementerian ESDM akan melakukan penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan pembangkit lain yang biaya produksi listriknya lebih murah.
"Penting sekali bahwa PLTD PLN diganti dengan BBN tentunya tidak termasuk BBM. Kalau BBN Bahan Bakar Nabati (BBN)," tutur Jonan.
Selain itu, untuk mengurangi penggunaan BBM ada pilihan dengan menarik jaringan PLN ke wilayah yang sebelumnya mendapat pasokan listrik dari PLTD. Alternatif tersebut akan dipilih sesuai dengan efektifitas pengurangan BBM.
"Caranya bisa dua. Bisa pembangkit baru atau jaringan tergantung mana yang efisien. Untuk pembangkit baru bisa pembangkit PLTS, bisa gas," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLTD Dapat Gunakan Bahan Bakar Sawit
Sebelumnya, Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dinilai secara teknis bisa memanfaatkan minyak sawit (crude palm oil/CPO) sebagai bahan bakar. Bahkan, CPO tersebut tidak perlu dicampur dengan minyak solar atau bisa digunakan 100 persen.
Ini diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa seperti mengutip Antara, pada Senin 10 Desember 2018.
Namun agar CPO bisa digunakan sebagai bahan bakar PLTD perlu dilakukan perlakuan khusus sehingga memiliki karakter seperti solar.Â
BACA JUGA
"CPO perlu dilakukan preheating atau dipanasi terlebih dahulu sehingga mencapai suhu tertentu. Jadi pada dasarnya dimungkinkan menggunakan CPO untuk beberapa PLTD," kata Fabby
Dia menuturkan, hal yang menjadi persoalan terkait harga CPO yang sangat fluktuatif. Ketika harga CPO dunia di kisaran USD 500 per ton seperti saat ini, PLN bisa menggunakan komoditas tersebut.
Namun apabila harganya di kisaran USD 800 dolar per ton sudah sangat tidak memungkinkan lagi, karena lebih mahal ketimbang minyak solar.
Hal lain yang menjadi kekhawatiran jika harga CPO dunia tinggi, produsen juga tidak mau memasok ke PLN karena ekspor lebih menguntungkan. "Yang dibutuhkan PLN itu kestabilan harga dan kontinyuitas pasokan CPO," tegas dia.
Sementara itu anggota Komisi VII Ramson Siagian menilai positif wacana penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan bakar PLTD milik PLN.
Menurut dia, dengan penggunaan CPO tersebut akan menghemat devisa mengingat minyak solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar PLTD milik PLN berasal dari impor.
Selain itu, dengan menggunakan CPO, akan memperluas pasar CPO di dalam negeri, sehingga dampaknya bisa mendongkrak harga CPO dan tandan buah segar (TBS) di tingkat petani sawit.
Namun, Ramson Siagian, mengingatkan jika wacana tersebut diterapkan tidak memengaruhi umur mesin PLTD milik PLN.
"Boleh saja secara teori CPO bisa digunakan sebagai bahan bakar PLTD, tapi itu perlu ada pengalaman empiris. Apakah dengan menggunakan CPO tidak menyebabkan kerusakan pada PLTD milik PLN," kata dia.
Advertisement