Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) melaporkan, telah menata kawasan kumuh di berbagai lokasi di Indonesia dengan total seluas 23.407 hektare (ha) dalam kurun waktu 2015-2018.Â
Penataan kawasan kumuh salah satunya dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), yakni melibatkan peran aktif Pemerintah Daerah dan pemberdayaan masyarakat sekitar.Â
Advertisement
Baca Juga
"Kalau Pemerintah Daerah tidak bergerak dan masyarakat tidak terlibat aktif, maka program tidak akan berjalan. Bahkan kawasan yang sudah ditata akan kembali kumuh," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/2/2019).
Salah satu kawasan kumuh yang ditangani pada 2018 yakni Kawasan Batang Arau, Kota Padang, Sumatera Barat.
Kawasan yang dilintasi Sungai Batang Arau ini sebelumnya memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, kualitas bangunan, serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Â
Penataan dilakukan Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, di antaranya berupa pembangunan jalur pejalan kaki, saluran drainase, Taman Siti Nurbaya yang dilengkapi arena skateboard, tempat sampah, WC, Lampu Taman, Gapura, dan jalan lingkungan.
Pekerjaan dilakukan sejak April 2018 dan selesai akhir 2018 dengan anggaran sebesar Rp 25,4 miliar.Â
Hasilnya, selain meningkatkan kualitas lingkungan, Kawasan Batang Arau yang semakin tertata juga menjadi potensi destinasi wisata yang meningkatkan ekonomi lokal.
Di kawasan tersebut terdapat Pelabuhan Muaro yang merupakan pelabuhan tertua di Kota Padang, serta sebagai lokasi legenda Siti Nurbaya yang terdapat Makam Siti Nurbaya dan Jembatan Siti Nurbaya.Â
Pada 2019, penataan akan dilakukan terhadap 888 hektare kawasan kumuh lainnya di Tanah Air, sehingga hingga 2019 total kawasan yang ditangani menjadi 24.295 hektare.Â
Dalam menata, Kementerian PUPR juga ikut mengajak masyarakat menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah dan limbah sembarangan, sehingga meningkatkan derajat kesehatan dan mengembangkan potensi ekonomi lokal.
Â
Benahi Kawasan Pesisir, Kementerian PUPR Tata 11 Kampung Nelayan
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, program penataan 11 kampung nelayan yang dilakukan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR penting untuk jadi contoh baik pembenahan kawasan pesisir.
"Indonesia memiliki jumlah kawasan pesisir yang banyak, sehingga penataan 11 kawasan ini akan menjadi contoh bagi Pemerintah Daerah untuk pembenahan kawasan pesisir," ujar dia saat mengunjungi Kampung Sumber Jaya, Bengkulu, seperti dikutip Senin 18 Februari 2019.
Kementerian PUPR menyatakan, pembangunan infrastruktur yang dikerjakan pada permukiman nelayan dan tepi air serta kawasan kumuh pesisir dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat sekitar.Â
Secara umum, ruang lingkup pengerjaan meliputi pembangunan dan perbaikan jalan lingkungan, promenade, drainase, Ruang Terbuka Publik, MCK Komunal, gazebo, jetty sampan, jembatan, penerangan jalan, pedestrian, dan pembangunan turap (talud).
Dari 11 kampung nelayan yang ditata, lima di antaranya yakni Kampung Beting di Pontianak, Kawasan Sungai Kemuning di Banjarbaru, Kampung Nelayan Untia di Makassar, Kawasan Dufa-Dufa di Ternate, serta Kampung Nelayan Hamadi di Jayapura.Â
Kawasan Kampung Beting sendiri memiliki bangunan cagar budaya yang erat dengan sejarah perkembangan Kota Pontianak yakni Masjid Jami dan Istana Kadriah Kesultanan Pontianak. Kawasan ini termasuk salah satu wilayah kumuh yang kemudian dilakukan penataan secara bertahap pada 2017-2018 dengan anggaran Rp 79,18 miliar.Â
Penataan di Kampung Beting dilakukan terintegrasi dengan penataan tepian Sungai Kapuas di Tambelan Sampit.Â
Kemudian, Kawasan Sungai Kemuning yang terletak di Kelurahan Guntung Paikat, Kota Banjarbaru seluas 14,58 hektare (ha) dengan tipologi permukiman tepi sungai.
Jumlah penduduk di kawasan permukiman kumuh Banjarbaru ini sebesar 46.872 jiwa. Pada 2017, dilakukan penataan seluas 2,03 ha dengan anggaran Rp 3,95 miliar.Â
Di Makasar, penataan dilakukan pada Kampung Nelayan Untia seluas 10 ha dengan anggaran Rp 51,82 miliar. Program ini menyasar penyediaan sistem jaringan air bersih, sarana penyediaan pembuangan air hujan berupa kanal dan sanitasi.Â
Sementara di Ternate, permukiman kumuh berada di Kawasan Dufa-Dufa yang terdiri dari empat lokasi yaitu Dufa-Dufa, Salero, Toboleu, dan Sangaji seluas 12,41 Ha yang berada di tepi laut.
Setelah dilakukan penataan, Ternate memiliki Taman Dufa-Dufa sebagai tempat wisata baru dengan kondisi jalan yang baik, adanya trotoar, kursi dan perkuatan tanggul laut. Anggaran berasal dari APBN Tahun 2017 sebesar Rp 8,5 miliar.Â
Sedangkan di Jayapura, penataan permukiman Hamadi dilakukan sejak 2017 dengan melakukan pekerjaan fisik meliputi, jalan gertak beton sehingga mempermudah akses menuju pelelangan ikan dan pariwisata di permukiman nelayan dan Ruang Terbuka Publik. Anggaran berasal dari APBN tahun 2017 sebesar 49,46 miliar.Â
Didampingi memperbaiki fisik infrastruktur, Kementerian PUPR melaporkan, program penataan kawasan permukiman nelayan dan kampung tepi air juga mengajak masyarakat menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah dan limbah sembarangan, sehingga meningkatkan derajat kesehatan dan ekonomi lokal.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement