Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengungkapkan penyebab harga karet alam berada di level rendah. Salah satunya yakni permintaan dalam negeri yang tidak diimbangi dengan persediaan.
"Karena hasil evaluasi kita bersama menunjukkan bahwa pergerakan harga karet alam itu belakangan ini semakin tidak sesuai dengan supply demand. Artinya kelebihan supply terhadap demand kecil saja tapi harga karet terus turun. Itu berarti tidak sesuai dengan fundamental," kata dia saat konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Senin (25/2/2019).
Darmin mengatakan, sebagai bentuk komitmen pemerintah, untuk mengatasi harga karet yang rendah dilakukan dengan tiga kebijakan dari sisi jangka pendek, menengah, dan panjang. Di mana ketiga ini akan mengatur jumlah ekspor karet alam, peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri, dan peremajaan (replanting) karet alam.
Advertisement
Beberapa kebijakan tersebut juga merupakan keputusan dari Special Ministerial Committee Meeting of the International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, pada 22 Febuari di Bangkok, Thailand.
Adapun, pertemuan ini dipimpin Menteri Pertanian dan Kerjasama Thailand, Grisada Boonrach. Wakil dari Indonesia adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, sementara Malaysia diwakili oleh Menteri Industri Utama Teresa Kok.
"Hasil dari pertemuan ITRC yang lalu memiliki tiga pilar, yakni jangka pendek melalui pengaturan ekspor dari mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dilanjutkan kebijakan jangka menengah dengan memaksimalkan penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme (DPS), dan jangka panjang melalui peremajaan karet alam melalui Supply Management Scheme (SMS)," bebernya.
Menko Darmin mengatakan, dengan mengimplementasikan ketiga kebijakan ini secara konsisten, maka harga karet diharapkan dapat naik di pasaran.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Di samping itu, pengaturan ekspor dari mekanisme AETS tersebut dinilai sebagai instrumen yang efektif menyelesaikan persoalan ketidakseimbangan stok di pasar global. Dalam hal ini, mereka memutuskan penerapan AETS untuk mengurangi ekspor dari ketiga negara tersebut sebesar 200-300 ribu Metric Ton (MT), untuk jangka waktu tiga bulan ke depan.
Selain itu, para menteri juga berkomitmen melanjutkan dan memperbaiki implementasi SMS. Skema ini berperan penting dalam pencapaian titik keseimbangan antara supply dan demand karet alam dengan mengakselerasi penanaman kembali (replanting) karet alam.
“Inti dari SMS adalah replanting. Di Indonesia, yang sudah dilakukan Kementerian Pertanian yakni dari lahan replanting sejumlah 60% itu ditanami karet, dan sisanya ditanami tanaman lain, semisal kakao, hortikultura, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mengatasi oversupply,” tutur Menko Darmin.
Adapun, Thailand berencana mengoptimalkan replanting pohon karet sebesar 65 ribu hektare per tahun, sedangkan Indonesia sebesar 50 ribu hektare per tahun, dan Malaysia sebesar 25 ribu hektare per tahun.