Sukses

Perhimpunan Penghuni Rusun Keberatan dengan 2 Aturan Ini

Perhimpunan penghuni rusun siap untuk diajak bicara dan membahas aturan yang lebih adil bagi semua pihak.

Liputan6.com, Jakarta Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) keberatan dengan dua aturan terkait rumah susun. Kedua aturan tersebut, yakni Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 23 tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusun dan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rusun Milik.

Ini diungkapkan Sekretaris Jenderal P3SRI, Danang S Winata dalam keterangannya, Jumat (1/3/2019). Kedua aturan tersebut dinilai bertolak belakang di tingkat pelaksanaan dan membuat ketidakpastian hukum sehingga diminta untuk dicabut.

Dia mengungkapkan UU Rusun Pasal 78 mengamanatkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai produk hukum dalam pengaturan ketentuan mengenai Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPSRS), bukan Permen.

Dikatakan, permen tersebut secara hukum formil bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di atasnya. Demikian pula halnya dengan Pergub yang diterbitkan pada Desember 2018.

Merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Urutan Perundang-undangan diatur bahwa PP seharusnya keluar terlebih dulu baru diikuti peraturan di bawahnya.

“Seyogyanya permen dan pergub itu dicabut dan dikembalikan kepada aturan yang sesuai ketentuan yakni UU Rusun dan UU Tata Urutan Perundang-undangan,” jelas dia.

Dia menuturkan tidak dilibatkan dalam penyusunan permen dan pergub. Hal yang pernah terjadi, beberapa tahun lalu pernah diajak Kemenpera untuk membahas PP sebagai turunan UU Rusun. Tetapi 8 tahun lamanya PP tidak juga selesai, sehingga kemudian terbit Permen dan Pergub saat ini.

Dia menyatakan jika pihaknya siap untuk diajak bicara dan membahas aturan yang lebih adil bagi semua pihak. Apalagi di Jakarta, terdapat ratusan apartemen yang selama ini sudah dikelola secara baik. 

Dia menyebut beberapa poin di dalam Pergub 132 tahun 2018 yang menjadi keberatan P3RSI.

Pertama, adanya ketentuan bahwa pengurus harus warga yang ber-KTP di apartemen tersebut. Kalau tidak, maka pengurus tersebut harus mundur. Hal ini dinilai tidak masuk akal karena banyak sekali orang yang tidak ber-KTP sesuai tempat domisili.

Selain itu, e-KTP sudah berlaku secara nasional dengan NIK tunggal, sehingga warga negara bisa tinggal dimana saja dari Sabang hingga Merauke. Kalau perlu surat-menyurat sekarang bisa mengurus surat domisili.

Kedua, di dalam Pergub menyebutkan bahwa sejak tiga bulan setelah aturan ini keluar, yaitu pada Maret 2019, maka semua PPPSRS harus melakukan rapat umum luar biasa untuk pembentukan pengurus baru. Sementara di Permen, pengurus baru dibentuk setelah masa kepengurusan yang sedang berjalan selesai masa tugasnya.

Ketiga, adalah soal hak suara. P3RSI mempertanyakan ketentuan one man one vote. Ini dinilai membatasi hak.

Sementara itu, Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Amran Nukman menyatakan apresiasi kepada Gubernur Anies Baswedan yang memberikan perhatian kepada warganya. Tetapi sebagai warga DKI Jakarta, pengembang mengharapkan juga adanya perhatian.

“Di REI DKI saat ini ada 400 pengembang yang sebagian besar membangun rusun atau apartemen, kami pun turut ikut berperan dalam pembangunan Ibukota,” ujar Amran.

Dia mengatakan jika peran pengembang adalah sebagai pelaku pembangunan. Setelah rumah atau apartemen dibangun, kemudian dijual dan diserahterimakan kepada pembeli.

“Ada baiknya supaya kesalahpahaman ini tidak berkelanjutan. Kami berharap semua pihak dapat menahan diri, sehingga tidak membuat kekisruhan di masyarakat,” harap Amran.

 

2 dari 2 halaman

Pemprov DKI Minta Pengembang Rusun dan Apartemen Selesaikan Masalah P3SRS

Kepala Bidang Pembinaan Penertiban dan Peran Serta Masyarakat, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti meminta pengembang rumah susun (rusun) ataupun apartemen menyelesaikan masalah terkait Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) hingga Maret 2019.

Sehingga dalam pelaksanaannya, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik. Dimana pengelolaan apartemen dan rusun diberikan kepada para pemilik serta penghuni.

Meli mengatakan, berdasarkan data yang ada, hanya 10 dari 195 apartemen dan rusun yang telah memiliki P3SRS kepengurusannya dikuasai oleh penghuni. Sedangkan sisanya kepengurusannya dikuasi orang-orang yang difasilitasi pengembang.

"Kami berikan waktu hingga Maret 2019," kata Meli kepada Liputan6.com, di Gedung KLY, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019).

Dia menyebut Pemprov DKI Jakarta tak segan memberikan sanksi kepada pengembang jika tidak memenuhi peraturan yang ada. Setidaknya pada Maret 2019 nanti, P3SRS telah mengadakan rapat umum anggota luar biasa.

Meli menjelaskan rapat itu guna melaksanakan proses lanjutan, yaitu mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga hingga pemilihan ulang siapa pengurus dan pengawas yang terpilih.

"Dengan Pergub ini ada sanksi yang diberikan, itu bisa diberikan surat teguran. Bila selang tujuh hari tidak diindahkan akan diberikan surat peringatan pertama, kedua , ketiga sampai cabut izin badan usaha," papar dia.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik. Pengelola diminta mematuhi aturan tersebut.

"Kita buat aturan itu dan saya minta kepada semuanya untuk melaksanakan Pergub 132 secara konsisten. Itulah dasar hukum yang digunakan di Jakarta," kata Anies saat meninjau Apartemen Lavande yang berlokasi di Jalan Supomo, Jakarta Selatan. Demikian dikutip Antara, Selasa (18/2/2019).

Kedatangan Anies ke apartemen itu setelah mendapat laporan warga tentang masalah pengelolaan apartemen. Penghuni mengeluh karena tak diajak berpartisipasi dalam pengelolaan apartemen oleh pengembang termasuk soal iuran pengelolaan lingkungan (IPL).

Anies menegaskan, aturan itu dibuat agar pada penghuni rusun yang seringkali terintimidasi mendapatkan keadilan. Para penghuni sering kali dipersulit saat memperjuangkan haknya sebagai penghuni rusun.

"Praktik ketidakadilan ini jamak. Ini bukan kasus khusus di Lavande saja, ini contoh saja. Praktik seperti ini (terjadi) di mayoritas rumah susun di Jakarta," ucapnya.

Video Terkini