Liputan6.com, Jakarta - Target Indonesia untuk mencapai swasembada pangan harus terganjal oleh gugatan di Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organizatio/WTO).
Hal ini menyusul putusan WTO yang mengalahkan Indonesia atas gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru terkait Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Atas gugatan ini, Â AS telah mengajukan sanksi dagang senilai USD 350 juta atau setara Rp 5 triliun.
Advertisement
Baca Juga
‎Deputi VII Kementerian Perekonomian, Darwin Siahaan mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara pasti soal sanksi gugatan tersebut. Pihaknya akan berkoordinasi dan menanyakan terkait kasus tersebut kepada pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Infonya bukan dari pemerintah yang mengeluarkan USD 350 juta itu. Itu hanya sepihak, namun untuk angka angkanya bisa ditanyakan Kementerian Perdagangan, kami juga belum dapat angkanya sebenarnya berapa," ujar dia di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Namun ke depannya, menghindari kejadian tersebut terulang kembali di kemudian hari, pemerintah juga perlu hati-hati mengeluarkan peraturan menteri.
"Sebaiknya kita perlu kehati-hatian mengeluarkan peraturan menteri," kata Darwin.
Â
Keputusan WTO Mengejutkan
Sementara itu, Dewan Pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Syaiful Bahari menyatakan, pihaknya terkejut perihal sanksi gugatan dan putusan WTO tersebut.
"Kami baru mengetahui dan terkejut mengapa Indonesia sampai digugat AS dan Selandia Baru di WTO, Padahal gugautan terkait Peraturan Menteri Pertanian dan Peraturan Menteri Perdangan mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sudah diajukan AS dan NZ sejak tahun 2013, yakni Permentan Nomor 86 tahun 2013 dan Permendag Nomor 16 tahun 2013," kata dia.
Meskipun pemerintah mengaku sudah merevisi peraturan-peraturan tersebut dan mengajukan banding di WTO, tapi tetap saja Indonesia dikalahkan karena tidak bisa membuktikan alasan dan argumentasinya. Sehingga Indonesia dianggap tidak patuh dan konsisten dalam menjalankan keputusan WTO.
"Kekalahan Indonesia di WTO bukan persoalan enteng dan bahkan dapat merusak citra Indonesia di perdagangan internasional. Sudah pasti pemerintah dan lagi-lagi uang pajak rakyat terkuras hanya untuk produk regulasi yang buruk dan tidak pernah melibatkan aspirasi masyarakat luas," ujar dia.
Di sisi lain, lanjut Saiful, upaya mengejar swasembada pangan sebagai prioritas pemerintah seharusnya diterjemahkan oleh kementerian terkait dengan baik, komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk perdagangan internasional.
Bukan justru memicu negara-negara lain marah sehingga menggugat Indonesia di WTO atau menciptakan perang dagang.
"Untuk menjadikan produk pertanian Indonesia agar bisa berdaya saing tinggi di pasar internasional harus menggunakan cara-cara yang cerdas dan lebih kreatif agar kita tidak terjebak dalam gugatan negara-negara lain di WTO. Kita harus belajar dari Thailand, Brazil, dan negara-negara lainnya yang bisa menjaga kedaulatan dan kesejahteraan petaninya tapi tetap menjaga keseimbangan perdagangan internasional," kata dia.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â
Advertisement