Sukses

Pengembang Diminta Lebih Gencar Bangun Rumah Murah

Pembangunan hunian dalam Program Sejuta Rumah hingga akhir Februari 2019 telah mencapai 120 ribu unit.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta kontraktor pengembang perumahan untuk lebih gencar membangun rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Salah satu langkah dalam menyediakan hunian terjangkau melalui Program Sejuta Rumah.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menuturkan, pembangunan hunian dalam Program Sejuta Rumah hingga akhir Februari 2019 telah mencapai 120 ribu unit.

Namun dia menilai, pencapaian tersebut masih tertahan lantaran pengembang enggan membangun rumah bagi MBR sebelum ada kepastian terkait harga jualnya.

"Jadi kita sekarang memang masih ada gejala pengembang menahan stok karena nunggu harga. Nah ini enggak betul nih," keluh dia di Jakarta, Senin (4/3/2019).

Dia pun mengimbau agar pengembang tetap menyalurkan rumah yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Dengan harga yang ada sekarang, laksanakan seperti biasa. Karena dengan harga sekarang masih bisa jalan," imbuh dia.

Dia pun menyampaikan, Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan kini tengah menggodok perubahan skema harga rumah MBR untuk periode 2019 dan 2020.

"Ini sedang diusulkan dari PUPR ke Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati), sedang harmonisasi. Ini untuk 2 tahun, 2019 dan 2020. Saya minta kepada teman-teman asosiasi dan pengembang untuk terus semangat mendukung Program Sejuta Rumah," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Perumahan Berbasis Komunitas Jadi Jalan Atasi Backlog

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggodok konsep penyediaan perumahan berbasis komunitas. Program perumahan berbasis komunitas telah digulirkan pada akhir tahun lalu.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, Kementerian PUPR menyediakan dua pola dalam pengadaan perumahan berbasis komunitas, yakni lewat pola ABCG (Academica, Business, Community, Government) Dan BCG (Business, Community, Government).

"Pertama ABCG. Ini mulai dilaksanakan di Kendal, di Desa Curug Sewu. Kerja sama antara Undip, Pemerintah Kendal dan Pusat, kemudian PT BTN Tbk (Persero) , pengembang, sama komunitas dari Curug Sewu itu," jelas dia di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Sementara untuk pola BCG, is melanjutkan, sudah dilaksanakan pada Januari 2019 lalu di kawasan Garut bersama Persatuan Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut. Khalawi pun menyatakan, konsep ini terus berjalan dan pelaksanaannya terus dipantau oleh pemerintah.

"Artinya konsepnya jalan, itu jangka panjang. Karena ke depan ini mesti dilakukan untuk mengatasi backlog perumahan secara masif lewat penyelenggaraan pembangunan perumahan, baik yang oleh pemerintah, swasta dan masyarakat," tuturnya.

Secara syarat, dia menyampaikan, komunitas yang mau berpartisipasi bisa menaungi kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Semisal kelompok pemulung yang secara penghasilan terbilang mampu mencicil dalam kisaran Rp 700-800 ribu per bulan untuk tenor waktu 20 tahun.

"Untuk sementara masih sama dengan konsep KPR FLPP untuk MBR. Jadi enggak ada batasan, sing penting mereka komunitas, MBR, dan punya rumah belum dapat subsidi. Mengikuti syarat2 MBR saja, subsidi KPR FLPP yang ada saja," terang dia.

Bagi komunitas yang ingin mengikuti program ini, ia meneruskan, bisa langsung mengajukan kepada pemerintah ataupun asosiasi pengembang seperti Real Estate Indonesia (REI) maupun Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI).

"Bisa langsung ke pemerintah, bisa Pemda, pusat, atau langsung ke perbankan atau asosiasi pengembang. Bisa dengan REI, APERSI, an sebagainya. Itu mereka akan mendorong pola kerjasama ABCG ataupun BCG," pungkas dia.