Sukses

Bos BP Batam: Banyak Aturan Berlaku Tanpa Sepengetahuan Menkeu

Selama ini banyak aturan yang berbenturan satu sama lain di BP Batam.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution memanggil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), Edy Putra Irawady untuk membahas mengenai berbagai masalah yang dihadapi BP Batam.

Salah satu keluhan Edy adalah banyak aturan berlaku di Batam tanpa sepengetahuan pemerintah terutama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

"Kenyataannya, ya kami di Batam itu banyak sekali peraturan-peraturan yang tanpa sepengetahuan Menkeu, itu berlaku," ujar Edy usai menghadiri rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3/2019).

Dia menjelaskan, selama ini banyak aturan yang berbenturan satu sama lain, di antaranya terkait kemudahan berusaha baik dari sisi tata niaga maupun pengadaan tanah yang harus dilalui pengusaha. Persoalan tata niaga membuat sejumlah investasi tidak berjalan dengan baik.

Tata niaga yang dimaksud adalah kewajiban melaporkan komoditas hasil produksi maupun bahan baku untuk mencantumkan Laporan Surveyor (LS), padahal dalam aturan Kementerian Keuangan ini tidak diperlukan.

"Ada pipeline, yang sudah masuk tetapi sampai sekarang belum terwujud. Ternyata harus diperiksa dulu melalui LS, harus dites ulang. Padahal jelas-jelas baik PP 10, maupun Permenkeu 120 pasal 66 menyebut barang yang masuk ke dalam Batam itu belum berlaku tata niaga," jelas dia.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Hal Lain

Ke depan, kementerian yang ingin mewajibkan tata niaga harus melapor terlebih dahulu kepada Kementerian Keuangan, supaya pengusaha mendapat arahan sesuai aturan yang berlaku.

"Nah, kalau ada menteri yang mau melakukan tataniaga, tolong dikasih tahu Menteri Keuangan," jelas Edy.

Sementara itu terkait tanah, masih ada sekitar 2.800 hektare (ha) tanah mendapat izin usaha namun masih mangkrak.

"Investasi mangkrak, kalau tanah 2.800 ha itu tidak dia kerjakan, kami mediasi. Kalau sampai mediasi selesai tidak dilakukan kami tarik, karena mangkrak," tandasnya.