Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terkoreksi pada perdagangan Rabu ini. Pergerakan rupiah dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren pelemahan.
Mengutip Bloomberg, Rabu (6/3/2019), rupiah dibuka di angka 14.126 per dolar AS, tak berbeda jauh dengan angka penutupan yang ada di angka 14.127 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah kembali melemah ke 14.145 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.122 per dolar AS hingga 14.145 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,70 per dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.129 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.146 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, perlambatan ekonomi global, terutama China, memengaruhi pergerakan rupiah yang dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren pelemahan.
"Pemerintah China memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya dari 6,5 persen menjadi 6 persen untuk tahun 2019. Efek perang dagang yang terjadi sejak Juli 2018 lalu mulai membuat permintaan domestik China turun," ujar Lana dikutip dari Antara.
Sebelumnya, perekonomian China tumbuh hingga 6,6 persen pada 2018 lalu. Jika yang terealisasi nantinya pertumbuhan ekonomi 6 persen, maka itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terlemah China dalam tiga dekade.
Di sisi lain, pemerintah China mengumumkan pemotongan tingkat pajak senilai 298 miliar dolar AS untuk tahun ini guna menahan perlambatan ekonomi. Salah satu tingkat pajak yang dipangkas adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor manufaktur.
"Rupiah kemungkinan melemah menuju kisaran 14.130 per dolar AS hingga 14.150 per dolar AS," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Yakin Rupiah Kembali Menguat Terhadap Dolar AS
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah, mengatakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih berpotensi menguat. Hal ini karena tekanan yang terjadi sepanjang 2018 mulai mereda.
"Kecenderungannya bisa menguat karena faktor 2018 yang timbulkan tekanan sekarang sudah mereda," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Selasa 5 Maret 2019.Â
BACA JUGA
"Masalah sengketa dagang, kenaikan suku bunga fed tinggal brexit yang belum selesai. Lalu beberapa hal yang terkait geopolitik risk juga tidak sebesar dulu," sambungnya.
Nanang mengatakan, selain karena tekanan global yang mulai mereda, nilai tukar Rupiah saat ini juga masih terlalu murah atau undervalue. "Jadi hemat saya kecenderungannya masih ada ruang untuk menguat, sebab Rupiah masih undervalue," jelasnya.
Meski demikian, kata Nanang, pasar saat ini masih terus memantau hasil perundingan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang sebenarnya sudah memberi sinyal positif.
"Pasar sedang menunggu hasil negosiasi pembicaraan perdagangan AS dan China yang memang sebetulnya sudah memberikan arah positif. Kalau dari sisi sentimen global sudah bagus dan The Fed berikan signal lebih dovish cuma memang kan di kita ada kebutuhan impor," tandasnya.
Advertisement