Sukses

Bos BI Ungkap 4 Pemicu Rupiah Merosot

Rupiah mengalami tekanan selama satu minggu terakhir ini.

Liputan6.com, Jakarta Rupiah terus melemah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 94 poin atau 0,66 persen ke posisi 14.223 per dolar AS dari periode sama tahun sebelumnya 14.129 per dolar AS pada 6 Maret 2019.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengakui,  Hal itu disebabkan guncangan yang tengah terjadi pada ekonomi global dan membuat Dolar AS menguat.

"Perkembangan di ekonomi global mendorong terjadinya risk off terhadap sentimen pasar keuangan global dan mendorong menguatnya Dolar AS," kata Perry di kompleks gedung BI, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Dia mengungkapkan ada 4 faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi tersebut. Hal pertama adalah membaiknya beberapa indikator ekonomi di AS terutama sektor manufaktur. Hal itu membuat sentimen positif untuk ekonomi AS meningkat.

Faktor kedua, melemahnya ekonomi di Eropa serta tingkat inflasinya yang rendah. Hal tersebut otomatis membuat Euro menjadi melemah. Sehingga ini mendorong semakin kuatnya dolar AS terhadap berbagai mata uang negara lain.

"Kondisi ekonomi Eropa yang memang msih lemah, inflasi rendah oleh karena itu akan perpanjang stimulus moneter, jadi dovish statement dan stimulus moneter buat mata uang Euro melemah," jelas dia.

Faktor selanjutnya, kenaikan harga minyak yang terjadi karena berbagai faktor. Di antaranya sanksi yang dijatuhkan terhadap Venezuela membuat harga minyak WTI meningkat.

"Keempat, faktor risiko geopolitik. Memang seminggu terakhir lebih negatif seperti tidak tercapai kesepakatan AS dan Korea Utara. Kemudian ketidak jelasan Brexit dan kehausan politik lainnya," ujarnya.

Dia menyatakan, keempat faktor tersebut berhasil menekan nilai tukar mata uang di banyak negara di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

"Saya tegaskan tekanan Rupiah lebih banyak karena faktor eksternal dan faktor domestik semuanya bagus. Inflasi rendah, ekonomi survei ekspektasi konsumen membaik, aliran mdoal asing baik, cadangan devisa meningkat," dia menandaskan.

2 dari 2 halaman

Rupiah Merosot Imbas Kebijakan Bank Sentral Eropa

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) usai libur Nyepi. Hal tersebut didorong penguatan dolar AS usai longgarnya kebijakan bank sentral Eropa.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 94 poin atau 0,66 persen ke posisi 14.223 per dolar AS dari periode sama tahun sebelumnya 14.129 per dolar AS pada 6 Maret 2019.

Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan rupiah merosot 82 poin atau 0,57 persen ke posisi 14.224 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya 14.142 per dolar AS.

Pada Jumat siang ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di posisi 14.279. Sepanjang Jumat pekan ini, rupiah bergerak di posisi 14.220-14.279 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, dolar AS lanjutkan penguatan dan euro melemah setelah rapat bank sentral Eropa (ECB) yang hasilnya kurang agresif.

Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi merevisi pertumbuhan ekonomi jadi 1,1 persen. Selain itu, suku bunga bank sentral Eropa akan bertahan. Ditambah pertumbuhan ekonomi global melambat.

"Dolar AS lanjutkan penguatan, euro tertekan, sehingga dipengaruhi oleh rapat bank sentral Eropa yang dovish," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (8/3/2019).

Selain itu, China merilis data neraca perdagangan yang cetak surplus. Akan tetapi, surplus neraca perdagangan China menyusut. “Ekspor China turun sekitar 20 persen pada Februari dan pengaruhi mata uang Asia,” kata dia.

Sedangkan dari sentimen domestik belum mampu angkat nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (BI) baru merilis cadangan devisa Februari yang naik USD 3,2 miliar menjadi USD 123,3 miliar. “Sentimen domestik belum offside eksternal pasca rapat bank sentral Eropa dan data China,” ujar dia.

Josua perkirakan, rupiah bergerak di posisi 14.200-14.300 per dolar AS. Pelaku pasar juga masih menunggu rilis data tenaga kerja dan pengangguran AS.