Sukses

Menkeu dan Menperin Ajukan Perubahan Skema Pajak Barang Mewah ke DPR

Kementerian Keuangan sudah melakukan koordinasi dengan pelaku industri sepanjang 2017-2018.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR RI memanggil Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto untuk mengadakan rapat yang membahas terkait perubahan skema Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM).

Pada kesempatan tersebut Sri Mulyani menyampaikan, usulan rapat ini dilatarbelakangi oleh adanya usulan Menteri Airlangga pada 11 September 2017 lalu mengenai kebijakan fiskal industri untuk mendorong kendaraan rendah karbon.

Menindaki permintaan tersebut, ia mengatakan, Kementerian Keuangan sudah melakukan koordinasi dengan pelaku industri sepanjang 2017-2018.

"Dari beberapa kali pembahasan, Menperin kembali menyampaikan syarat kepada Menkeu tanggal 27 Desember (2018) mengenai usulan harmonisasi PPnBM dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih," paparnya di Jakarta, Senin (11/3/2019).

Dia menyebutkan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Penjualan Barang Mewah pasal 8 ayat 3, pengelompokan barang kena pajak penjualan barang mewah baru bisa dilakukan setelah berkonsultasi dengan pihak DPR, dalam hal ini Komisi XI.

"Oleh karenanya, kami sampaikan surat ke DPR untuk konsultasi karena ada perubahan PPnBM untuk kendaraan roda empat," sebut dia.

Sri Mulyani menyatakan, ada beberapa pergantian dalam usulan perubahan ini, yakni terkait perhitungan kapasitas mesin serta daya tampung penumpang pada kendaraan roda empat.

"Untuk usulan perubahan maka dihitung bukan mesin, tapi konsumsi bahan bakar dan karbon dioksida. Usulan perubahan baru juga tidak berdasarkan sistem penggerak, tapi (daya tampung) penumpang, apakah dibawah 10 atau diatas 10 penumpang," tutur dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Kaji Penghapusan Pajak Properti Mewah

Penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) properti dan kapal pesiar atau yacht masih menjadi wacana.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji hal tersebut. Adapun penghapusan pajak rumah dan kapal pesiar mewah tersebut dianggap sebagai salah satu cara menggenjot pertumbuhan sektor properti di tanah air.

Dia juga mengungkapkan telah melakukan pertemuan dan pembahasan mengenai rencana tersebut bersama Kamar Dagang Industri (Kadin) sektor kontruksi dan properti. 

"Seperti yang sudah saya sampaikan, kita ketemu Kadin dari sektor konstruksi dan properti untuk masukan mengenai kebijakan bidang perpajakan, diharapkan bisa meningkatkan dari kegiatan di sektor properti," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Senin (17/12/2018).

Dia juga mengatakan, pihaknya harus evaluasi dampak baik dan buruknya kebijakan tersebut jika diterapkan. Aturan mengenai ini sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 35/2017 dan PMK Nomor 90/2015.

"Pada saat yang sama, kita juga harus evaluasi dari sisi pengaruh kegiatan ekonomi sektor atau komoditas PPNBM ini. Plus minusnya kita evaluasi secara baik," ujar dia.

Ke depannya, beberapa kebijakan lain di bidang perpajakan akan diambil untuk meningkatkan pertumbuhan sektor properti. Tidak hanya properti mewah, kelas menengah hingga properti murah pun akan segera diatur.

"Kita berharap properti, baik yang sifatnya kecil untuk masyarakat berpendapatan rendah, kemudian properti kelas menengah dan properti yang levelnya tinggi, kita lakukan review terhadap policy-nya sehingga mereka memiliki sumbangan yang tetap optimal terhadap perekonomian," ujar dia.

Sebagai informasi, saat ini setiap hunian mewah yang dijual pengembang dikenakan PPnBM sebesar 20 persen dari penjualan. Batas pengenaan pajak itu ditetapkan kepada hunian mewah dengan harga Rp 20 miliar ke atas.