Sukses

Jaringan Gas Akan Dibangun pada Wilayah yang Tak Punya Sumber Gas

Ke depan, pembangunan jaringan gas tidak lagi hanya ada pada wilayah yang memiliki sumber gas dan infrastruktur pipa.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus memperluas penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar rumah tangga. Bahkan ke depan, akan dibangun jaringan gas di wilayah yang tidak terdapat sumber gas.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan, saat ini gas bumi untuk rumah tangga dibangun di wilayah yang dekat dengan sumber pasokan gas, serta dilintasi infrastruktur pipa gas.

"Jadi, kita bangun jargas di tempat-tempat sumber gas. Kemudian berkembang tidak hanya di sumber gas, tapi diperluas ke yang dialiri pipa," kata dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/3/2019).

Menurut Djoko, ke depan pembangunan jaringan gas tidak lagi hanya ada pada wilayah yang memiliki sumber gas dan infrastruktur pipa. Sebelumnya, gas didatangkan dari sumbernya berupa gas alam cair (Liqufied Natural Gas /LNG).

Nantinya, LNG diubah pada infrastruktur regasifikasi menjadi gas bumi, sehingga wilayah yang tidak terdapat sumber gas juga menikmatinya. "Kalau enggak ada keduanya, kita bisa pakai LNG, di situ kita kembangkan juga jaringan gas," tutur dia.

Proses tersebut sebenarnya sudah diterapkan di beberapa wilayah. Namun, peruntukan gas digunakan sektor industri dan kelistrikan.

Namun, Djoko tidak menjelaskan secara rinci, rencana penerapan LNG untuk jaringan gas rumah tangga.

"Yang sudah jalan mini LNG kan Samberah, kemudian Bali di Benoa. Nantilah dijelaskan,‎ LNG masuk roadmap," tandasnya.

2 dari 2 halaman

Harga Gas Bumi 4 Golongan Bakal Naik Bertahap

Badan pengatur kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memandang harga gas terlalu murah. Oleh sebab itu, harga gas bumi untuk empat golongan dinaikkan secara bertahap.

Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajugio mengatakan, harga gas bumi sudah lama tidak mengalami kenaikan dan harganya pun terbilang murah. Kondisi ini membuat badan usaha tidak berminat mengembangkan jaringan gas (jargas) karena rugi dengan harga yang lama.

"Sejak tahun 2000-an itu sudah menetapkan harga jargas. Hanya dulu harga jargas itu murah-murah, Rp 2.000 lah, Rp 3.000 lah, mereka rugi semua,” kata Jugi, di Jakarta, Rabu (6/3/2019).

Adapun harga jual gas bumi yang ditetapkan BPH Migas akan naik secara bertahap. Harga gas yang naik itu untuk konsumen rumah tangga-1 (RT-1) meliputi rumah susun, rumah sederhana rumah sangat sederhana dan sejenisnya, paling banyak sebesar Rp 4.250 per meter kubik (M3).

Sedangkan harga gas untuk Rumah Tangga-2 (RT-2) meliputi rumah menengah ke atas, rumah mewah, apartemen dan sejenisnya paling banyak sebesar Rp 6.250 per M3.

Kemudian untuk harga jual gas bumi melalui pipa untuk konsumen pelanggan kecil pada jaringan pipa distribusi untuk Pelanggan Kecil-1 (PK-1) meliputi RS pemerintah, puskesmas, panti asuhan, tempat ibadah, lembaga pendidikan pemerintah, lembaga keagamaan, kantor pemerintah, lembaga sosial dan sejenisnya paling banyak sebesar Rp 4.250 per M3

Pelanggan KeciI-2 (PK-2) meliputi hotel, restoran atau rumah makan, rumah sakit, swasta, perkantoran swasta, lembaga pendidikan swasta, pertokoan ruko, rukan pasar, mal, swalayan, dan kegiatan komersial sejenisnya paling banyak sebesar Rp 6.250 per M3.

Menurut Jugi, kenaikan harga gas bumi tersebut tidak melebihi harga Liqufied Petroleum Gas (LPG) 3 kg bersubsidi. Dengan begitu, meski harga naik masih terjangkau. Sementara di sisi lain badan usaha bisa meningkatkan keuntungan.

"Jadi kita menghindari badan usaha rugi, yang penting kan harganya tidak melebih LPG 3 kg," ucapnya.

 

Video Terkini