Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan, perkebunan kepala sawit bukan sumber dari kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia. Adanya perkebunan ini justru berkontribusi terhadap ekspor nasional.
Dia mengungkapkan, banyak pihak menyudutkan produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Indonesia. Salah satunya soal berupa kampanye negatif terkait deforestasi yang dihasilkan oleh perkebunan sawit.Â
"Sawit kita itu tinggal 30 persen-35 persen yang diekspor dalam bentuk CPO, kenapa? Karena ada banyak kekuatan di luar yang tidak senang dengan CPO, dibilang sumber deforestasi, perusak lingkungan, padahal jangan pernah percaya pada omongan itu," ujar dia dalam Raker Kementerian Perdagangan, Selasa (12/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Padahal, lanjut Darmin, perkebunan sawit bukan merupakan penyebab deforestasi di Indonesia. Sebab tidak sampai lima persen hutan di Indonesia yang berubah fungsi menjadi lahan sawit.
"Kalau kita lihat berapa luas sawit yang masuk ke hutan, tidak sampai 5 persen, hanya 3 persen. Artinya sawit muncul setelah hutannya rusak bertahun-tahun lalu, karena hutan dulu pakai HPH (hak pengusahaan hutan), tidak berhasil ditanam kembali. Yang sawit itu bukan merusak hutan, hutannya sudah rusak," tutur dia.
Oleh sebab itu, meski kerap diserang dengan kampanye negatif, pemerintah tetap mendorong ekspor CPO. Tidak hanya sebagai produk mentah, tetapi juga harus menjadi produk olahan agar nilai tambahnya bisa dinikmati di dalam negeri.‎
‎"Walaupun sektor industri lebih lambat dari ekspor tapi kita dorong hilirisasi. Hilirisasi kelapa sawit terjadi di saat kita kenakan pungutan ekspor, itu 50 dolar untuk ekspor CPO, turunan pertama 30 persen, turunan kedua 10 persen. Kemudian yang kita ekspor turunannya," tandas dia.
Â
Pengusaha Bantah Kampanye Hitam yang Sebut Sawit Jadi Sumber Penyakit
Sebelumnya, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) membantah jika minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit merupakan sumber dari beragam penyakit. Hal ini dinilai sebagai bagian dari kampanye hitam terhadap produk turunan sawit.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, minyak sawit merupakan produk yang dapat dimakan, bahkan sudah berlangsung sejak ribuan tahun dikonsumsi oleh masyarakat di Afrika Barat.
"Sawit itu sudah sejak 5.000 tahun lalu dikonsumsi di Afrika. Tapi tidak ada penyakit. Lalu kenapa ini di-banned. Ini semua karena business competition," ujar dia dalam Seminar Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu 6 Maret 2019.
Dia menjelaskan, kampanye negatif terhadap produk turunan sawit yang terkait dengan isu kesehatan dimulai pad era 1980-an. Sawit dikatakan menjadi penyebab penyakit jantung koroner.
"Isu kampanye negatif, minyak sawit dikaitkan pada masalah gizi dan kesehatan dengan argumen tropical oils termasuk minyak sawit berbentuk padat pada temperatur ruang dapat menyumbat pembuluh darah, akan berakibat pada penyakit jantung coroner," kata dia.
Padahal faktanya, lanjut Sahat, kandungan nutrisi dalam sawit identik dengan nutrisi dalam air susu ibu (ASI). Berdasarkan penelitan Maranggonni pada 2000, menunjukkan jika minyak sawit mengandung asam palmitat yang dibutuhkan oleh bayi dalam masa pertumbuhan.
"Inilah konsideran, kenapa minyak sawit sangat banyak dipakai dan dipergunakan dalam industri susu," tandas dia.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement