Sukses

Sri Mulyani: Partisipasi Perempuan Bekerja di Indonesia Hanya 54 Persen

Dalam hal akses keuangan, perempuan juga sering kesulitan mendapatkan pinjaman karena tidak memiliki jaminan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, partisipasi angkatan kerja (labor participation) perempuan di Indonesia hanya 54 persen. Angka tersebut masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki sebanyak 83 persen.

"Tadi saya sebutkan labor participation untuk perempuan, itu masih jauh tertinggal hanya 54 persen dibandingkan lebih dari 83 persen untuk laki-laki," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Menurutnya, kondisi ini disebabkan banyaknya kendala dihadapi perempuan sejak dari masih masa anak-anak hingga dewasa. Selain itu dalam hal akses keuangan, perempuan juga sering kesulitan mendapatkan pinjaman karena tidak memiliki jaminan.

Sementara itu, partisipasi ibu rumah tangga selama ini juga kurang diperhitungkan dalam PDB. Hal tersebut pun tengah dikaji secara global.

"Dan sekarang ini secara global, sudah ada inisiatif untuk menginput value-nya itu. Sehingga nanti secara statistik akan di-recognized sebagai suatu nilai yang sangat penting," papar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut pun menambahkan, pemerintah juga akan bekerja sama dengan BPS untuk melihat kondisi ini secara statistik.

"Dengan adanya data statistik, biasanya akan memberikan informasi dan juga bukti sehingga isu mengenai gender itu bisa diletakkan sebagai objektif," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Sebut Gaji Perempuan 32 Persen Lebih Rendah Ketimbang Pria

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri Ring the Bell for Gender Equality dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Acara ini secara spesifik diadakan untuk mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan di sektor bisnis.

Sri Mulyani menyoroti mengenai ketimpangan gender di Indonesia. Menurutnya, ketimpangan gender tidak hanya soal sikap atau kekerasan fisik, tetapi juga dalam hal besaran pendapatan yang diterima antara perempuan dan laki-laki.

"Jika Anda lihat, ketimpangan gender tidak hanya pada tingkat partisipasi tapi juga pada besaran gaji. Perempuan menerima gaji 32 persen lebih rendah ketimbang laki-laki. Jadi itu artinya perempuan digaji lebih sedikit. Untungnya kalau di jajaran menteri, gaji kami sama," ujar Sri Mulyani di  Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Sri Mulyani mengatakan, minimnya gaji yang diterima perempuan karena adanya anggapan bahwa perempuan kurang berkontribusi pada tempat bekerja. Meski demikian, dia mengakui, hal ini tidak berlaku secara keseluruhan namun pada umumnya banyak ditemui.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan penggerak dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Walau demikian, perempuan di seluruh dunia masih menghadapi berbagai tantangan seperti, norma sosial yang negatif, kekerasan, dan diskriminasi serta beban yang tidak proporsional dari pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.

Tantangan-tantangan itupun sering menjadi pembatas perempuan dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan dan pendapatan yang setara, serta kesempatan dalam kegiatan kepemimpinan.

Untuk itu, isu kesetaraan gender masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh semua pihak termasuk pemerintah.

"Jika kita dapat menyediakan lebih banyak kegiatan atau dalam hal ini jika Anda dapat memberikan lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk memainkan peran mereka dalam ekonomi, dalam pekerjaan, dalam kegiatan ekonomi, maka nilainya akan sangat luar biasa," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com