Sukses

Jalankan AEoI, Ditjen Pajak Rangkul 378 Lembaga Keuangan

Indonesia telah menjalankan sistem Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran data keuangan secara otomatis antarnegara untuk keperluan perpajakan.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah menjalankan sistem Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran data keuangan secara otomatis antarnegara untuk keperluan perpajakan.

Kepala Sub Bidang Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Leli Listianawati, menjelaskan bahwa Ditjen Pajak sudah bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan.

Kerja sama yang dilakukan untuk proses pertukaran informasi tersebut, kata dia, telah dilakukan dengan 378 lembaga keuangan.

"Ada 378 lembaga keuangan yang terdaftar yang kami minta dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini bisa lebih banyak," kata dia dalam Seminar, di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Saat ini sudah ada 150 negara yang berkomitmen melakukan pertukaran data negara lain. Indonesia sendiri sudah terlibat dalam AEoI sejak 2018.

Menurut dia, pada tahun ini telah bertambah 8 negara yang akan ikut dalam AEoI. Jumlah negara peserta diperkirakan akan terus bertambah hingga 2020.

"Karena negara-negara yang belum berkomitmen akan selalu di-push untuk ikut bergabung, bahkan oleh negara tetangganya. Jadi misal Indonesia ada tetangganya yang belum mau bertukar informasi kita bisa dukung," tandas dia.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

DJP Bakal Punya Big Data Pajak dari AEoI

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan memiliki data dengan skala besar dan valid dari otoritas pajak seluruh negara saat implementasi pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) per September 2018. Saat ini, DJP sudah mengelola 10,5 miliar data dalam sistem informasinya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP, Hestu Yoga Saksama mengaku telah menindaklanjuti dokumen skandal pajak Panama dan Paradise Papers, khususnya nama-nama Warga Negara Indonesia (WNI).

"Jangan khawatir kami tidak lakukan apapun dengan Panama Papers. Data itu sangat berguna, kami tindaklanjuti Wajib Pajak (WP) WNI. Kebetulan konteksnya saat itu ada program tax amnesty, jadi kami imbau untuk ikut tax amnesty, dan banyak dari mereka ikut," ujar Hestu Yoga, seperti ditulis di Jakarta, Senin (27/11/2017).

Setelah tax amnesty berakhir, sambungnya, bocor lagi dokumen pajak serupa atau yang dikenal dengan Paradise Papers. Tidak berhenti di situ, kata Hestu Yoga, DJP kembali menindaklanjuti data tersebut, terutama nama-nama orang tenar Indonesia.

Dia menilai, data seperti Panama dan Paradise Papers tidak akan ada lagi jika seluruh negara maupun yurisdiksi ikut dalam AEoI dan pertukaran informasi (exchange of information/EOI) by request atau dengan permintaan.

"Panama dan Paradise Papers akan tutup semua kalau seluruhnya sudah ikut AEoI. Kami akan dapat data yang valid, lebih luas, data yang current, dan lebih legitimate karena diperoleh dari otoritas negara lain," jelasnya.

"Data Panama dan Paradise Papers bukan sesuatu yang sangat luar biasa. Dengan AEoI dan EoI by Request, optimisme data lebih bagus lagi karena AEoI akan membuka gambaran lebih lengkap lagi," Hestu Yoga menambahkan.

Kepala Subdit Direktorat Perpajakan Internasional, Leli Listianawati mengungkapkan, total sudah 146 negara yang berkomitmen melaksanakan AEoI di 2017-2018. Jumlah ini bertambah 44 negara dari sebelumnya 102 negara.

"Sebanyak 4 negara sudah menentukan tahunnya, yakni Albania, Maldives, Nigeria, dan Peru pada 2019-2020," ujarnya.

Menurut Leli, Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes terus melakukan pendekatan dengan negara-negara di Afrika untuk ikut AEoI. Alasannya hampir seluruh negara ASEAN sudah ikut, serta Ekuador, Armenia, dan negara-negara Amerika Latin.

"Global Forum juga membahas yurisdiksi yang wajib bertukar informasi karena negara-negara ini disinyalir akan menjadi hub baru untuk menyembunyikan pajak. Sifatnya wajib, karena kalau tidak akan kena hukuman," tegasnya tanpa bersedia menyebut nama negara tersebut karena bersifat rahasia.

"Jadi semua negara diharapkan ikut AEoI sehingga tidak bisa lagi ada yang sembunyikan aset keuangannya," kata Leli.