Sukses

Chatib Basri Ungkap 3 Hal yang Bisa Bikin Rupiah Melemah

Perekonomian Indonesia tengah dalam ketidakpastian karena terpapar gejolak ekonomi dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian Indonesia tengah dalam ketidakpastian karena terpapar gejolak ekonomi dunia. Hal ini tentu saja membuat beberapa asumsi makro pemerintah meleset dari target. 

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan mengenai kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian tersebut. Ia mencontohkan pada saat merumuskan APBN 2019, pemeirntah mematok nilai tukar rupiah pada level 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Karena pengaruh dari eksternal tersebut saat ini nilai rupiar rupiah berada di level 14.000 per dolar AS.

Chatib melanjutkan, ada 3 faktor yang membuat performa rupiah sulit tidak sesuai dengan asumsi makro. “Rupiah bergantung pada tiga hal. Pertama, bagaimana keputusan The Fed naikkan atau pertahankan suku bunga, kedua bagaimana harga minyak dan terakhir yaitu bagaimana dampak trade war,” jelas Chatib di Main Hall BEI, Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Jika salah satu atau bahkan ketiga faktor tersebut bergejolak, maka performa rupiah juga bisa berubah drastis. Namun bukan berarti ketiga faktor tersebut selalu berdampak negatif bagi rupiah.

Chatib pun kemudian memberikan contoh kasus dari salah satu dari 3 faktor tersebut, yaitu suku bunga di AS.

Menurutnya, awal mula kenaikan suku bunga di AS disebabkan karena tingkat pengangguran yang menurun, dan kondisi inipun membuat perusahaan kesulitan mencari pekerja sebab para pekerja akan meminta upah yang lebih tinggi.

Naiknya tingkat upah tersebut akhirnya akan berdampak pada harga barang. Pada akhirnya, inflasi di AS pun naik.

“Karena itulah The Fed menaikkan 4 kali 25 basis poin. Dengan alasan tingkat pengangguran menurun, ini akan membuat tingkat upah tinggi, dan juga membuat harga barang mahal sehingga inflasi naik,” jelasnya.

“Implikasinya bisa dilihat dalam waktu satu bulan, rupiah bisa menguat dari 15.250 per dolar AS ke sekitar 14.000 per dolar AS atau bahkan sempat ke 13.900 per dolar AS. Pesan apa yang bisa kita perolah? Penguatan rupiah akan terjadi pada tahun ini karena kemungkinan Fed cuma akan naikkan satu kali atau bahkan akan menghentikan kenaikkan tahun ini,” tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bos BI Ungkap 4 Pemicu Rupiah Merosot

 Rupiah terus melemah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 94 poin atau 0,66 persen ke posisi 14.223 per dolar AS dari periode sama tahun sebelumnya 14.129 per dolar AS pada 6 Maret 2019.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengakui,  Hal itu disebabkan guncangan yang tengah terjadi pada ekonomi global dan membuat Dolar AS menguat.

"Perkembangan di ekonomi global mendorong terjadinya risk off terhadap sentimen pasar keuangan global dan mendorong menguatnya Dolar AS," kata Perry di kompleks gedung BI, Jakarta, Jumat (8/3/2019). 

Dia mengungkapkan ada 4 faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi tersebut. Hal pertama adalah membaiknya beberapa indikator ekonomi di AS terutama sektor manufaktur. Hal itu membuat sentimen positif untuk ekonomi AS meningkat.

Faktor kedua, melemahnya ekonomi di Eropa serta tingkat inflasinya yang rendah. Hal tersebut otomatis membuat Euro menjadi melemah. Sehingga ini mendorong semakin kuatnya dolar AS terhadap berbagai mata uang negara lain.

"Kondisi ekonomi Eropa yang memang msih lemah, inflasi rendah oleh karena itu akan perpanjang stimulus moneter, jadi dovish statement dan stimulus moneter buat mata uang Euro melemah," jelas dia.

Faktor selanjutnya, kenaikan harga minyak yang terjadi karena berbagai faktor. Di antaranya sanksi yang dijatuhkan terhadap Venezuela membuat harga minyak WTI meningkat.

"Keempat, faktor risiko geopolitik. Memang seminggu terakhir lebih negatif seperti tidak tercapai kesepakatan AS dan Korea Utara. Kemudian ketidak jelasan Brexit dan kehausan politik lainnya," ujarnya.

Dia menyatakan, keempat faktor tersebut berhasil menekan nilai tukar mata uang di banyak negara di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

"Saya tegaskan tekanan Rupiah lebih banyak karena faktor eksternal dan faktor domestik semuanya bagus. Inflasi rendah, ekonomi survei ekspektasi konsumen membaik, aliran mdoal asing baik, cadangan devisa meningkat," dia menandaskan.