Sukses

Pecahkan Rekor Dunia, Burung Merpati Ini Laku Dilelang Rp 20 Miliar

Burung merpati balap asal Belgia pecahkan rekor dunia karena harganya yang fantastis.

Liputan6.com, Knesselare - Burung merpati balap yang dijuluki Lewis Hamilton berhasil memecahkan rekor dunia dan terjual seharga 1,25 juta euro atau sekitar Rp 20 miliar (1 euro = Rp 16.148). Sang pemilik pun terkejut mendapati burung merpatinya bisa laku dengan harga begitu tinggi.

Dilansir South China Morning Post, burung merpati ini dijual pada lelang online di situs Pipa yang memiliki spesialiasi lelang burung merpati. pemilik burung itu adalah Joël Verschoot (63) asal Ingelmustern, Belgia.

Ia menyebut merpatinya bernama Armando memang terlahir sebagai jawara. Pembeli Armando berasal dari China dan merupakan anggota elit pecinta burung.

Ini adalah kedua kalinya Verschoot menjual burung merpati balap dengan harga fantastis. Pada tahun 2017, ia menjual merpati seharga 400 ribu euro ke taipan properti asal China. Verschoot menganggap harga termahal yang memecahkan rekor dunia ini sebagai pencapaian dalam karier.

"Dua orang China memberitahukuan sebelumnya bahwa mereka benar-benar menginginkan Armando. Tetapi saya tidak memperkirakan ini. Ini adalah mahkota kemenangan dari hasil tahun-tahun di olahraga burung merpati. Ini tambahan kenikmatan," ujar Verschoot.

Verschoot merupakan pensiunan manajer rumah jagal dan memang hobi memelihara burung merpati. Ia bahkan mengingat nama dari 500 burung merpati yang ia pelihara.

Si burung merpati termahal pun sebetulnya sudah berusia 5 tahun dan masuk masa pensiun. Kompetisi balap burung merpati juga populer di China dengan hadiah bisa mencapai miliaran rupiah.

2 dari 2 halaman

Merpati Sebagai Drone?

Di China, selain ada lomba balap merpati, ada pula merpati yang menjadi drone. Pemerintah Tiongkok baru saja menciptakan drone dengan bentuk unik, yakni menyerupai burung.

Menurut informasi yang dilaporkan South China Morning Post, drone burung ini ternyata sudah digunakan oleh 30 agen militer dan pemerintah Tiongkok selama beberapa tahun terakhir.

Kehadiran drone tersebut justru menuai respons negatif karena berisiko bisa mengancam privasi masyarakat. Adapun drone burung bertugas untuk mengawasi gerak-gerik masyarakat di lima provinsi yang ada di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Drone burung merpati ini merupakan proyek pemerintah yang dinamai "Dove". Proyek dipimpin oleh Song Bifeng, seorang profesor di Northwestern Polytechnical University di Xi'an, Tiongkok.

Song sendiri merupakan ilmuwan senior di balik Chengdu J-20, yakni pesawat jet 'siluman' generasi kelima yang ada di Asia. Drone burung ini memiliki fisik seperti burung merpati sungguhan. Ia memiliki sayap di kedua sisi yang berfungsi sebagai 'motor' penggerak untuk terbang.

Setiap unit drone dilengkapi kamera dengan kualitas HD, antena GPS, sistem pengontrol penerbangan, dan kemampuan komunikasi satelit yang mampu mentransfer data.

Menurut tim pengembang Dove, Dove nantinya juga akan dikembangkan untuk mengawasi gerak-gerik militer dari pemerintahan. Untuk saat ini, drone tersebut masih hanya digunakan di beberapa area tertentu.

Video Terkini