Sukses

5 Alasan Pemerintah Keluarkan Larangan Bitcoin

Berikut alasan pemerintah keluarkan larangan Bitcoin

Liputan6.com, Jakarta - Di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang, Bitcoin sudah menjadi primadona. Wajar saja, sih. Sebab, untuk 1 Bitcoin saja setara dengan Rp 53 juta. Namun, bisa naik-turun tergantung tren di pasaran.

Di negara besar memang menjadi investasi yang banyak peminatnya. Hanya saja, di Indonesia justru dilarang. Berikut alasannya sebagaimana dikutip dari Swara Tunaiku.

1. Tidak Didukung oleh OJK

Sebagai Otoritas Jasa Keuangan, badan pemerintah tersebut memiliki peranan vital dalam menjaga eksistensi nilai rupiah di masyarakat. Oleh karena itu, penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi alternatif pun dilarang peredarannya.

Dengan kata lain, tidak bisa digunakan untuk menjadi alat tukar dari suatu barang apa pun. Selain itu, Bitcoin juga dianggap bisa merugikan masyarakat Indonesia. Sebab, peredarannya sama sekali tidak diatur dan tidak mendapat jaminan dari pemerintah Indonesia. Khususnya oleh bank sentral atau BI.

Sebab lainnya, Bitcoin berpotensi mengganggu stabilitas keuangan negara karena tingginya penggelembungan nilai uang akibat tren Bitcoin.

2 dari 3 halaman

2. Bitcoin Rentan Alami Peretasan

Dengan nilai tukar yang begitu besar, tidak heran jika banyak yang berupaya meretas atau membobolnya.

Sistem keuangan yang ada di bank lokal saja bisa diretas oleh tangan-tangan usil. Padahal bank lokal tersebut sudah diawasi langsung oleh OJK dan disetujui oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana dengan Bitcoin yang sudah resmi dilarang? Tentu setiap risikonya tidak lagi menjadi tanggungan pemerintah.

Uang dalam bentuk digital tidak selamanya aman. Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan kode akses dompet Bitcoin, tetap memiliki kemungkinan untuk diretas. Kalau serpihan Bitcoin yang kamu miliki hilang, maka tidak ada yang bisa menjamin alias tidak bisa kembali lagi.

3. Sering Tersangkut Pencucian Uang sampai Pendanaan Teroris

Cukup mengkhawatirkan memang. Begitu pemerintah Indonesia melarang Bitcoin, maka dengan sendirinya mudah berafiliasi dengan praktik-praktik terlarang. Misalnya, pencucian uang dari para koruptor atau mafia serta kelompok teroris untuk melancarkan aksi teror di sana-sini. Masa kamu mau disetarakan dengan mereka?

Selain itu, Bitcoin juga rentan digunakan untuk berbagai tindak kejahatan lain. Misalnya prostitusi. Sebab, pengguna Bitcoin dibolehkan bertransaksi menggunakan samaran. Peredaran uangnya juga tidak terlacak oleh sistem OJK. Pernah ada kasus ancaman pemboman Mall Alam Sutera dengan permintaan tebusan berupa Bitcoin ke pihak mal.

3 dari 3 halaman

4. Adanya Mata Uang Digital yang Lain

Selain Bitcoin, masih ada ratusan lagi mata uang digital lain. Salah satu yang paling terkenal bernama Ethereum dengan satuannya bernama ether.

Mulanya, Ethereum difungsikan sebagai platform untuk bertransaksi via jaringan digital. Tapi akhirnya berstatus sama dengan Bitcoin, yakni bisa dipakai untuk investasi. Begitu pula dengan Monero, IOTA, dan lainnya yang sama-sama berstatus sebagai mata uang digital. Setiap tahunnya muncul nama-nama baru. Bahkan dari Bitcoin sendiri sudah ada variannya yang juga bisa dijadikan sarana investasi.

Namanya juga uang digital. Penurunan nilai yang drastis sudah menjadi lalapan sehari-hari yang tak terhindarkan oleh pengguna.

5. Benarkah Pemerintah Menyiapkan Pengganti Bitcoin?

Fenomena Bitcoin yang merebak di skala internasional telah memberikan ide untuk pemerintah. Tidak menutup kemungkinan, bahwa nantinya uang fisik bisa diwakili dengan uang digital. Tentu pemerintah akan mengujinya lebih dulu. Biar tidak meresahkan masyarakat yang ikut-andil. Jadi, gunakan uang digital ketika sudah berstatus legal dulu.

Setelah menyimak uraian di atas, masihkah kamu berinvestasi ke Bitcoin? Kamu yang baru mau investasi, sebaiknya berpikir masak-masak dulu.

Mencari uang bernilai jutaan Rupiah itu perlu usaha keras. Akan tetapi, untuk melenyapkannya, kamu hanya perlu satu detik. Salah satunya dengan berinvestasi Bitcoin. Sudah banyak yang mengalaminya.