Liputan6.com, Seattle - Boeing melakukan perombakan pada posisi petinggi mereka yang menjabat sebagai insinyur. Langkah ini diambil setelah Eropa dan Kanada kembali menyuarakan protes terkait keselamatan Boeing.
Dilansir Reuters, John Hamilton yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden dan kepala insinyur di divisi Pesawat Komersial Boeing akan fokus sepenuhnya pada jabatan kepala insinyur.
"Ini akan membuatnya sepenuhnya mengabdikan perhatian pada investigasi yang masih berlangsung terkait kecelakaan," tulis Kevin McAllister yang merupakan CEO unit tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Hamilton pernah menjabat sebagai wakil presiden pada April 2016 hingga Maret 2019. Lalu, pada Juli 2013 sampai Maret 2016, Hamilton menjabat sebagai wakil presiden bagian Keselamatan, Keamanan, dan Kepatuhan.
Ia pun sempat mengurus program Commercial Airplanes Organization Designation Authorization, sebuah program terkait tugas sertifikasi keselamatan di bawah Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration, FAA) di Amerika Serikat.
E-mail Kevin McAllister itu didapatkan oleh Reuters. Juru bicara Boeing menolak berkomentar tetapi memastikan isi e-mail tersebut valid.
Lebih lanjut, dalam e-mail tersebut McAllister berkata Boeing sedang melakukan prioritasi dan membawa sumber daya tambahan demi proses investigasi.
Selain Hamilton, Lyenne Hopper juga diangkat menjadi wakil presiden bagian Engineering. Hopper sebelumnya memimpin bagian Tes dan Evaluasi di bagian Engineering, Tes, dan Teknologi Boeing.
Hingga kini, berbagai negara dan maskapai di seluruh dunia sedang mengkandangkan Boeing Max 737 Max 8. Saham Boeing pun masih turun 11 persen semenjak tragedi Ethiopian Airlines.
Gonjang-ganjing Proses Sertifikasi 737 MAX 8 Bikin Saham Boeing Jatuh
Saham Boeing jatuh 3 persen pada Senin, 18 Maret 2019. Ini setelah terkuak adanya masalah pada sistem kendali pesawat Boeing 737 MAX 8. Proses persetujuan pesawat ini oleh otoritas terkait pun dipertanyakan.
Dikutip dari Reuters, Selasa, 19 Maret 2019, saham produsen pesawat ini jatuh setelah dua media berbeda memberitakan perihal sistem keamanan pada pesawat Boeing 737 MAX 8.
Wall Street Journal mengungkapkan jika Departemen Transportasi Amerika Serikat (AS) sedang memeriksa kembali kelayakan sertifikasi Boeing 737 Max.
AS sedang menyelidiki persetujuan yang dikeluarkan lembaga Administrasi Penerbangan Federal (FAA) terhadap pesawat 737 MAX 8, khususnya terkait sistem anti-stall (MCAS).
Sementara media Seattle Times melaporkan, analisis keselamatan Boeing terhadap sistem kontrol baru yang dikenal sebagai MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) memiliki kelemahan.
Pemberian persetujuan FAA pun mulai dipertanyakan karena lembaga ini dinilai hanya mengikuti proses sertifikasi standar pada 737 MAX 8 daripada memberikan pertanyaan tambahan kepada Boeing.
"Boeing akan menghadapi lebih banyak pertanyaan ketimbang yang pernah mereka hadapi sebelumnya," ucap Richard Safran dari Buckingham Research.
Dia menambahkan Inspektor Jenderal Departemen Transportasi AS juga akan mencari tahu setiap masalah, perihal bagaimana manajemen menangani proses sertifikasi.
Sejak tragedi Ethiopian Airlines, Boeing sudah kehilangan 10 persen nilai sahamnya. Alhasil, perusahaan pesaing Airbus ini harus kehilangan kapitalisasi pasar USD 25 miliar atau sekitar Rp 355 triliun (USD 1 = Rp 14.229).
Advertisement