Sukses

BI: Pertumbuhan Ekonomi Global Terus Melambat

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang melambat, harga komoditas termasuk harga minyak dunia juga menurun.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memandang bahwa pertumbuhan ekonomi global di Maret 2019 masih melambat. Namun ketidakpastian pasar keuangan berkurang.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh melambat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah berkurangnya stimulus fiskal di negara Paman Sam tersebut.

"Menurunnya produktivitas tenaga kerja, dan melemahnya keyakinan pelaku usaha," kata Perry di kantornya, Kamis (21/3/2019).

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan makin melambat dipengaruhi oleh menurunnya ekspor akibat permintaan dari China yang terbatas serta beberapa faktor lainnya.

"Melemahnya keyakinan usaha, dan berlanjutnya ketidakpastian penyelesaian masalah Brexit," ujarnya.

Selanjutnya, ekonomi China juga tumbuh melambat dipengaruhi tertundanya stimulus fiskal dan belum meredanya ketegangan hubungan dagang atau trade war dengan AS.

Perry menjelaskan, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, harga komoditas global, termasuk harga minyak dunia juga menurun. Respon normalisasi kebijakan moneter di negara maju cenderung tidak seketat perkiraan semula sehingga ketidakpastian pasar keuangan global berkurang.

"Perkembangan ekonomi global dan sistem pasar keuangan global tersebut di satu sisi memberikan tantangan dalam mendorong ekspor, namun di sisi lain lebih positif bagi aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan AS

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mengambil sikap kebijakan kurang agresif usai menggelar pertemuan selama dua hari.

Hal ini menunjukkan the Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada 2019 di tengah ekonomi yang melambat dan mengumumkan rencana akhiri program pengurangan neraca pada September.

The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 2,25 persen-2,5 persen. 

Suku bunga acuan ini digunakan sebagai kunci untuk menentukan suku bunga untuk sebagian besar utang konsumen dengan tingkat bunga yang dapat disesuaikan antara lain kartu kredit dan pinjaman rumah.

Langkah the Fed sesuai harapan dan permintaan pasar. Pembuat kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) mengambil perubahan tajam dari proyeksi kebijakan sebelumnya.

The Fed kembali menegaskan janjinya untuk sabar terhadap kebijakan moneternya. Selain itu, the Fed menyatakan akan mulai perlambat pengurangan kepemilikan obligasi pada Mei dengan menurunkan batas bulanan menjadi USD 15 miliar dari USD 30 miliar.

Dengan pengumuman yang digabung berarti setelah pengetatan kebijakan moneter pada tahun lalu, the Fed berhenti pada kedua sisi untuk menyesuaikan pertumbuhan global yang lebih lemah dan pandangan agak lebih lemah untuk ekonomi AS.

"Mungkin perlu beberapa waktu sebelum prospek lapangan kerja dan inflasi jelas menyerukan perubahan kebijakan. Kami melihat tidak perlu terburu-buru untuk segera melakukan," ujar pimpinan the Fed, Jerome Powell, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (21/3/2019).

Perkiraan ekonomi terbaru yang dirilis pada akhir pertemuan juga menunjukkan para pembuat kebijakan telah mengabaikan proyeksi kenaikan suku bungada 2019, dan melihat hanya satu kenaikan suku bunga pada 2020.

Usai pengumuman itu, prediksi mulai memberi harga untuk peluang penurunan suku bunga lebih baik dari pada tahun depan. Powell mendorong kembali pada pandangan itu dan mengatakan ekonomi AS berada di tempat yang baik dan prospeknya “positif”.