Sukses

10.000 Pengusaha Deklarasikan Dukungan ke Jokowi-Amin

Pengusaha yang tergabung dalam kelompok relawan Pengusaha Pekerja Pro Jokowi (KerJo) mendeklarasikan dukungannya kepada paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10.000 pengusaha yang tergabung dalam kelompok relawan Pengusaha Pekerja Pro Jokowi (KerJo) mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Deklarasi tersebut digelar di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Capres sekaligus petahana Joko Widodo (Jokowi) tiba di tempat acara sekitar pukul 19.17 WIB, setelah sebelumnya berangkat dari Istana Negara dengan menggunakan MRT dan Trans Jakarta.

Berbalut jaket biru tua dan kemeja putih, kedatangannya disambut riuh tepuk tangan sambil diiringi lagu-lagu seperti Maju Tak Gentar dan Garuda Pancasila.

Setibanya di tempat, beberapa pengusaha besar nasional tampak duduk berdampingan dengannya. Seperti Erick Thohir, Airlangga Hartarto yang juga Menteri Perindustrian, Hariyadi Sukamdani, Sofyan Wanandi, hingga Rosan P Roeslani.

Mereka adalah perwakilan dari 10.000 pengusaha yang menyuarakan dukungannya terhadap Mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Dalam sambutannya, Hariyadi Sukamdani selaku Koordinator KerJo mengatakan, pengusaha yang menyatakan dukungan kepadanya merupakan pengusaha dari skala kecil hingga besar.

"Cukup sulit pengusaha menyampaikan dukungan politik secara terbuka, karena dikhawatirkan berisiko. Namun mereka berani hadir dan tegas memilih bapak," seru dia.

Beberapa indikator disebutkannya menjadi alasan banyak pengusaha memilih Jokowi kembali. Selerti bersih dari perkara hukum dan korupsi, serta memiliki komitmen akan penegakan hukum.

Sementara Rosan P Roeslani menyuarakan, dirinya seolah hendak mewakili pengusaha bukan hanya yang berada pada acara tersebut, melainkan yang berada di seluruh Indonesia.

"Saya tidak akan menyampaikan apa yang Jokowi (sebagai presiden) kerjakan, karena saya bisa berdiri di sini dua hari dua malam," ucapnya.

"Kita harus pastikan, karyawan kita akan pergi ke TPS dan mencoblos nomor 01. Waktu di TPS tidak sampai 5 menit, tapi 5 menit itulah yang akan menentukan masa depan anak cucu kita," dia menambahkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jokowi Dinilai Berani Ambil Kebijakan yang Tak Populis

Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin mendapat dukungan dari 10 ribu pengusaha dan pekerja nasional.

Dukungan tersebut diwujudkan melalui deklarasi yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, selama lebih dari 4 tahun memimpin Indonesia. 

Jokowi dinilai telah menunjukan kinerja yang memuaskan. Salah satunya soal penyerapan tenaga kerja dan mengatasi masalah pengangguran.

"Ya kalau lihat datanya BPS kan (pengangguran) menurun, untuk sektor tenaga kerja kan tantangannya besar," ujar dia di Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Menurut dia, salah satu faktor yang membuat penyerapan tenaga kerja meningkat karena keputusan Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Meskipun keputusan ini dinilai tidak populis, khususnya bagi kalangan buruh.‎

"Pak Jokowi berani mengambil keputusan yang tidak populis dengan mengeluarkan PP 78/2015. Kalau untuk hitung-hitungan politik itu tidak populis, dia membatasi kenaikan (upah minimum provinsi/UMP). Tetapi dampaknya ke penyerapan tenaga kerjanya jadi besar. Orang jadi ada kepastian. Sekarang yang padat karya mulai berani investasi lagi," jelas dia.

Selan itu, dengan adanya PP ini memberikan kepastian bagi para investor. Sehingga para investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja di dalam negeri.

"Pak Jokowi berani melawan pandangan-pandangan yang populis tetapi demi kebaikan kita. Masa kita mau naikij gaji tanpa suatu parameter yang jelas. Kan semakin tinggi gajinya penyerapan tenaga kerjanya makin kecil. Itu yang terjadi sebelum Pak Jokowi mengambil keputusan (menerbitkan PP). Padahal yang namanya upah minimum kan jaring pengaman sosial, itu adalah upah terendah yang harus dibayar," tandas dia.