Liputan6.com, Jakarta - Industri daur ulang di Indonesia menyatakan kesiapannya dalam menampung sampah botol plastik. Botol plastik bekas pakai tersebut, dinilai masih memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena dapat didaur ulang menjadi produk lain bahkan bisa menembus pasar ekspor.
Ketua Umum Asosisasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine Halim mengungkapkan, daur ulang adalah solusi jitu dalam mengatasi sampah botol plastik.
"Industri daur ulang plastik saat ini telah berkembang pesat di Indonesia, terutama untuk jenis plastik yang memiliki nilai ekonomis seperti PET dan PP. Tingkat daur ulang keduanya mencapai di atas 50 persen," ujar dia di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Christine mengatakan potensi bisnis daur ulang plastik sebenarnya terbilang cukup besar. Tahun lalu, dari konsumsi plastik sekitar 3-4 juta ton per tahun, bisnis daur ulang bisa mencapai 400 ribu ton per tahun. Jumlah tersebut belum memperhitungkan dari perusahaan daur ulang di luar anggota ADUPI.
"Hasil daur ulang botol plastik utamanya adalah plastik cacahan, yang selanjutnya menjadi bahan baku untuk produk peralatan rumah tangga dan lainnya. Namun, khusus untuk pasar ekspor, hasil daur ulangnya sudah berbentuk barang jadi. Salah satu hasil daur ulang yang paling banyak ditemui adalah dakron untuk bahan pengisi bantal dan boneka. Selain itu, daur ulang botol plastik bisa menghasilkan produk geotex, yang biasa digunakan untuk lapisan jalan," kata dia.
Namun, Christine mengakui, banyak produk olahan plastik hasil daur ulang masih kalah dengan produk-produk asal China. Untungnya, sebagian besar ekspor hasil daur ulang plastik di Indonesia juga menuju China, Korea, dan negara lainnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, pendaur ulang plastik di dalam negeri harus lebih diperhatikan pemerintah. Terlebih lagi, bisnis ini bisa menjadi solusi mengatasi masalah sampah plastik, yang selama ini selalu dijadikan isu bagi pemerintah untuk mencari tambahan pendapatan negara.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masalah Sampah Plastik
Seperti diketahui, sampah dan botol plastik diduga menjadi polutan terbesar yang mencemari laut dan pantai. Setiap tahun, diperkirakan lautan di dunia harus menanggung beban sampah plastik sampai 12,7 juta ton. Indonesia diperkirakan menjadi penyumbang sampah plastik nomor 2 dari daftar 20 negara paling banyak membuang sampah plastik ke laut.
Christine menyatakan, proses daur ulang sebagai tahapan penerapan model ekonomi circular, dipandang dapat mengatasi sampah plastik. Dia berpendapat, rantai daur ulang adalah kunci utama dalam penerapan ekonomi circular.
"Dengan melakukan daur ulang sampah plastik, dan menggunakan kembali produk daur ulang, tentunya dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Model ini juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat mendukung industri pengolahan sampah," jelas dia.
Saat ini, pengelolaan sampah di Indonesia sendiri telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2008. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi pengelolaan sampah. Diantaranya adalah dampak implementasi otonomi daerah, yang membuat pengelolaan sampah berada dibawah yurisdiksi pemerintah daerah.
Oleh karena itu, Christine berharap adanya data yang akurat diharapkan akan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan, mengembangkan solusi dan perencanaan teknis yang tepat sasaran dan berpihak pada lingkungan. Selain itu juga diperlukan sinergi untuk mendapatkan solusi yang efektif dalam mengelola sampah plastik.
"Pengelolaan yang sepihak dan parsial akan berdampak secara nasional, bahkan menjadi persoalan global seperti temuan sampah plastik di lautan," tandas dia.
Advertisement