Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Peter Gontha mengungkapkan, diskriminasi sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) dicurigai dilatarbelakangi oleh defisit neraca perdagangannya.
Selama lima tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia selalu surplus dibanding UE. Oleh karena itu, UE dicurigai hendak membatasi ekspor Indonesia.
"Pertanyaannya adalah, mereka ingin memberikan atau melakukan diskriminasi terhadap ekspor kita dengan EU," kata dia saat ditemui usai rapat di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada 2018, nilai ekspor dan impor Indonesia ke UEÂ masing-masing sebesar USD 17,1 miliar dan USD 14,1 miliar.
Adapun total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai USD 31,2 miliar atau meningkat 8,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017 (YoY).Â
Selain itu, Uni Eropa juga merupakan tujuan ekspor dan asal impor nonmigas terbesar ke-3 bagi Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Uni Eropa juga meningkat 4,59 persen dengan neraca perdagangan surplus bagi Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Sementara nilai investasi Uni Eropa di Indonesia tercatat senilai USD 3,2 miliar pada 2017.
"Ekspor kita dengan EU kira-kira sekarang USD 17,1 miliar. Sementara, impor kita dari EU USD 14,1 miliar dolar. Pertanyaan kita sekarang adalah, dengan mereka mau mem-banned kelapa sawit kita apakah mereka mencoba untuk menurunkan atau diskiriminasi agar balance of payment berubah juga?," keluhnya.
Dia mengungkapkan akan membeberkan fakta tersebut dalam proses gugatan terhadap UE.
"Nah kita menyampaikan satu hal pada EU, pada hari ini EU tanggal 25 sampai 28 sedang mengadakan sidang. Sidang ini bisa membuahkan satu hasil melarang, bisa sidang ini diundur sampai tanggal 15 April yang akan datang. Atau menunggu pemilihan umum parlemen. Kita tidak tahu. Kita harus menunggu 1 sampai 3 atau 4 hari ke depan," ujar dia.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Â
Pemerintah Atur Strategi
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan tinggal diam menghadapi diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE).
"Kita tidak akan tinggal diam dengan Eropa, " kata Oke saat ditemui usai rapat di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.
Kendati demikian, dia menyebutkan pemerintah harus menyusun langkah strategis untuk melakukan perlawanan atau pun gugatan terhadan UE. Sayangnya, dia masih enggan membeberkan strategi yang telah disusun oleh pemerintah sejauh ini.
Dia mengungkapkan, perlawanan akan dilakukan dari sisi yaitu antar pemerintah dan juga dilakukan oleh para pengusaha sawit Indonesia.
"Cuma kita harus mengatur strategi yang gak mungkin saya kemukakan semua disini, namanya juga strategi. Jadi kita akan melawan Eropa ini melalui berbagai pola, polanya baik itu secara government dan kita mendorong bisnis juga untuk melakukan gugatan," ujar dia.
Dia mengatakan, pemerintah akan menggugat melalui WTO, sementara para pelaku bisnis akan melakukan gugatan melalui court of justice atau pengadilan. Kedua gugatan tersebut, dapat menjadi satu untuk melawan Eropa.
"Kalau government melalui WTO, kalau kita dorong perusahaan atau asosiasi melalui court of justice, mungkin paralel," ujar dia.
Namun, dia menyatakan saat ini gugatan masih belum dapat dilakukan sebab masih banyak hal yang harus dirumuskan oleh pemerintah. Mulai dari penunjukan kuasa hukum hingga pertimbangan sikap yang akan diambil oleh Malaysia selaku mitra pemerintah dalam kasus ini.
"Banyak yang kita pertimbangkan, bukan hanya dari sisi kita, misalnya salah satunya mitra kita, Malaysia seperti apa. Nah siapa law firm yang ditunjuk, seperti apa, kita harus saling melengkapi. Jadi banyaklah yang kita susun yang belum bisa saya kemukakan semuanya. Intinya kita tidak akan tinggal diam terhadap itu," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement