Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati diminta untuk bisa menerjemahkan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bidang perpajakan. Ada dua hal penting yang jadi perhatian Jokowi di bidang pajak.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menuturkan, hal penting pertama terkait pemangkasan pajak penghasilan (PPh) badan atau korporasi. Hal lain, pembentukan badan khusus penerima pajak seiring revisi atas Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Advertisement
Baca Juga
Dia menyatakan, penurunan tarif pajak memang mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara. Namun, tarif PPh badan yang saat ini di angka 25 persen jika diturunkan bisa berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memangkas tarif pajak. “Trump begitu menurunkan tarif pajaknya langsung menghadapi defisit, tetapi dia anteng saja karena ada pertumbuhan ekonomi dan kenaikan investasi,” ujar Misbakhun, Rabu (27/3/2019).
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu itu menjelaskan, Barack Obama saat memimpin AS begitu kesulitan mencapai pertumbuhan ekonomi 0,4 persen. Namun, Trump justru bisa membawa perekonomian AS tumbuh 3,1 persen.
Misbakhun meyakini semacam itu bisa dipraktikkan di Indonesia dan berefek positif. Ini asalkan menteri terkait paham dengan keinginan Presiden Jokowi memacu pertumbuhan ekonomi melalui relaksasi pajak.
Influencer Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - KH Ma’ruf Amin itu menambahkan, salah satu kebijakan Presiden Jokowi yang di bidang perpajakan yang sukses adalah tax amnesty. “Kisah success in the world (keberhasilan di dunia) soal tax amnesty ya di Indonesia,” tegasnya.
Sementara soal pembentukan badan khusus pajak, kata Misbakhun, sebenarnya sudah ada kejelasan saat posisi Menkeu dijabat Bambang PS Brodjonegoro. Rencana membentuk badan khusus pajak sudah masuk ke DPR sejak 2016.
Namun, rencana pembentukan badan khusus pajak yang terpisah dari Kemenkeu belum terealisasi hingga kini.
Mayoritas Orang Indonesia Tak Patuh Bayar Pajak
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan, kepatuhan membayar pajak di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini terlihat dari kontribusi pembayaran PPh 21 maupun pajak badan Usaha terhadap APBN masih kecil.
"Pajak dari PPh 21 maupun pajak badan kontribusinya masih kecil terhadap APBN. Artinya masyarakat kita kelas menengah dan atas meningkat, tapi kepatuhan bayar pajaknya masih rendah," ujar Aviliani di Century Park, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Aviliani mengatakan, jumlah penduduk yang memiliki penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) terus meningkat baik dari sisi pekerja formal dan informal. Dari sisi informal, di Indonesia sudah banyak pekerja baru seperti youtuber yang memiliki penghasilan fantastis.
Baca Juga
"Pekerja informal semakin banyak. Potensi pekerja informal dengan pendapatan besar seperti youtuber cukup besar di Indonesia. Misalnya Atha Halilintar, penghasilannya berapa itu," jelasnya.
Aviliani melanjutkan, kepatuhan pembayaran pajak PPh Badan Usaha juga masih rendah karena sistem pelaporan yang menganut self assesment atau melapor sendiri pendapatan pajaknya. "Kenapa PPh Badan masih rendah? Karena negara kita sistem pelaporannya butuh kesadaran sendiri atau self assesment," katanya.
Ke depan, Aviliani menambahkan, tingkat kepatuhan pembayaran pajak perlu ditingkatkan. Sebab, dengan pajak negara dapat meningkatkan pendapatan sehingga akan mengurangi defisit APBN dan mengurangi ketergantungan terhadap utang dalam rangka pembiayaan.
"Kita bisa mengurangi defisit APBN kita kalo semua orang yang memiliki penghasilan di atas PTKP nya membayar pajak, juga perusahaan harus bayar pajak dengan jujur. Pembayaran pajak itu tanggung jawab, itu juga bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap utang," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement