Liputan6.com, New York - Harga emas mencatatkan kenaikan tertinggi usai alami penurunan terbesar dalam satu sesi sejak 13 Agustus.
Harga emas untuk pengiriman Juni naik USD 3,2 atau 0,2 persen ke posisi USD 1.298,50 per ounce. Harga emas sentuh level tertinggi USD 1.304,60 per ounce.
Pada kuartal I 2019, harga emas naik 1,2 persen. Akan tetapi, secara mingguan, harga emas merosot lebih dari persen.
Advertisement
Baca Juga
Sejumlah ahli mengatakan, harga emas berpotensi naik dalam beberapa bulan mendatang. Ini didorong kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan drama politik seiring upaya Inggris memutuskan hubungannya dengan Uni Eropa.
Sentimen itu membayangi harga emas dan dinilai jadi katalis untuk pegang emas. Pada Jumat pekan ini, parlemen menolak kesepakatan Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk ketiga kalinya. Ini meningkatkan kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dikenal sebagai Brexit.Â
Brexit dinilai sebagai skenario terburuk untuk aset berisiko tapi keuntungan untuk harga emas yang dapat mengambil manfaat dari gejolak.
"Banyak faktor positif seperti Brexit, dan aksi beli oleh bank sentral pada kuartal ini," tutur Chintan Karnani, Analis Insignia Consultan, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (30/3/2019).
Ia optimistis terhadap pergerakan harga emas ke depan. Akan tetapi, penguatan harga emas tersebut akan temui perjalanan yang bergejolak dalam waktu dekat. "Saya melihat harga emas bergerak di kisaran USD 1.260-USD 1.360 pada April," tutur dia.
Â
Harga Logam Lainnya
Indeks dolar AS pun naik kurang dari 0,1 persen. Selama sepekan, indeks dolar AS mendaki 0,6 persen. Sedangkan sebulan, indeks dolar AS menguat 0,9 persen dengan kenaikan berkontribusi besar terhadap penguatan secara kuartalan 1,1 persen.
Kekhawatiran tentang pertumbuhan global yang lambat telah membebani bursa saham pada pekan ini dan mendorong imbal hasil obligasi lebih rendah di seluruh dunia.
Imbal hasil yang lemah dapat angkat emas sebagai alternatif investasi. Akan tetapi, hal itu dapat mendorong permintaan dolar AS. Dolar AS yang menguat membebani komoditas sehingga relatif mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik 2,41 persen pada Jumat pekan ini. Imbal hasil obligasi tersebut berada di level terendah dalam 15 bulan. Di wall street, indeks saham acuan cenderung menguat. Indeks saham Dow Jones menguat 0,82 persen dan indeks saham S&P 500 mendaki 0,67 persen. Hal ini didorong optimisme pembicaraan negosiasi perdagangan AS-China.
Laporan terbaru menunjukkan China cenderung membuat konsesi pada aspek perdagangan yang disukai negosiator AS termasuk hak kekayaan intelektual. Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin menuturkan, pembicaraan di China konstruktif dan akan berlanjut di Washington.
"Meski pun tergelincir dalam jangka pendek, prospek jangka panjang untuk emas dan sektor komoditas yang lebih luas tetap konstruktif terutama karena risiko portofolio diimbangi dan dipermanis oleh harga yang didiskon," ujar Hakan Kaya, Direktur Neuberger Berman.
Ia optimistis terhadap pergerakan harga logam lainnya seperti nikel, tembaga dan komoditas lain. Hal ini dipicu kekhawatiran perang dagang yang bebani AS dan China mereda.
Harga komoditas lainnya antara lain harga perak untuk pengiriman Mei di divisi Comex naik 0,9 persen menjadi USD 15.108 per ounce. Harga tembaga naik 6,25 sen atau 2,2 persen menjadi USD 2,936 per pound.
Harga platinum untuk pengiriman Juli naik USD 10,30 atau 1,2 persen ke posisi USD 854,10 per ounce. Harga palladium menanjak USD 32,10 atau 2,5 persen ke posisi USD 1.341,80 per ounce.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement