Sukses

Lakukan Dua Langkah Ini agar Tak Tertipu Fintech Ilegal

Masyarakat terutama yang menggunakan smartphone android diimbau berhati-hati jika ada aplikasi-aplikasi fintech lending yang ditawarkan.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pelaku usaha financial technology atau teknologi keuangan alias fintech peer to peer lending untuk segera mendaftarkan diri. Hal ini dilakukan dalam rangka pengawasan terhadap bisnis fintech.

Hingga pertengahan Februari 2019, tercatat ada 99 platform fintech lending yang berdiri resmi dan di bawah naungan OJK. Artinya, jumlah tersebut bertambah 11 dari dari jumlah fintech per Desember 2018 sebanyak 88 fintech.

Direktur Asetku, Andrisyah Tauladan mewanti-wanti masyarakat agar berhati-hati dalam memilih platform fintech lending yang akan digunakan sebagai sarana untuk meminjam uang.

Menurut dia, dua langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebelum menggunakan jasa fintech lending adalah memastikan aspek legalitas.

"Saat mau pinjam, tanya sudah terdaftar di OJK belum," kata dia, di Jakarta, Sabtu (30/3).

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memastikan apakah fintech tersebut sudah terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Karena ada orang yang sudah terdaftar di Kominfo tapi belum terdaftar di OJK. Itu lebih aman. Dia lagi proses di OJK," ujar dia.

"Memang lama proses di OJK tapi dia sudah proses di OJK. Bukan berarti dia ilegal. Kenapa? Dia sudah beli domain yang namanya [dot] co [dot] id," ungkapnya.

Dia pun meminta kepada masyarakat, terutama yang menggunakan smartphone android untuk juga berhati-hati jika ada aplikasi-aplikasi fintech lending yang ditawarkan.

"Ditambah lagi kalau bentuknya aplikasi. Aplikasi yang ada di android, itu jauh lebih rentan mendownload aplikasi yang enggak jelas," tutur dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Rasio Kredit Macet Naik, OJK Minta Perusahaan Fintech Waspada

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pertumbuhan industri jasa keuangan berbasis Financial Technology atau teknologi keuangan (Fintech) masih belum sepadan dengan risiko yang dihadapi. Salah satunya terkait masih tingginya rasio kredit macet.

Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Yohanes Santoso Wibowo menyebutkan, rasio kredit tidak lancar atau Non Performing Loan (NPL) perusahaan fintech untuk rentang waktu 30-90 hari, dan 3,18 persen untuk kredit macet di atas 90 hari.

"Tapi harus waspada, non perform yang macet juga sudah pada angka 3,18 persen, dan yang kurang lancar 3,17 persen," kata dia di Menara Radius Prawiro Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis 28 Maret 2019.

"Jadi kalau kita paralalelkan jumlah keduanya mencapai 6,35 persen. Risikonya kalau kita lihat lebih tinggi dibanding dengan perbankan," dia menambahkan.

Dia berharap, para pelaku industri fintech bisa mencapai angka NPL normal dengan metode pendekatan teknologi yang digunakan di masa mendatang.

"Kalau teknologi sudah bagus mestinya bisa lebih cepat. Kembali lagi mereka yang akan bentuk dari asosiasi Fintech," ujar dia.

Namun, ia mengapresiasi penyaluran pinjaman atau outstanding perusahaan fintech nasional meningkat pesat pada Februari 2019.

"Fintech tumbuh sangat pesat. Data akhir Februari, total pinjaman outstanding sekitar Rp 7 triliun. Tumbuhnya sekitar 600 persen. Memang tinggi sekali," ungkap dia 

Adapun menurut catatan OJK, penyaluran outstanding fintech pada Februari 2019 mencapai Rp 7,05 triliun atau tumbuh 605 persen secara tahunan atau Year on Year (YoY).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â