Sukses

BI: Ekonomi Indonesia Tahan Goncangan

Ada beberapa hal yang diperhatikan BI dalam menentukan kebijakan moneter.

Liputan6.com, Jakarta - Gejolak yang terjadi di Perekonomian dunia diprediksi masih masih akan berlanjut. Negara-negara berkembang alias emerging markets, seperti Indonesia harus mampu menjaga kestabilan ekonomi.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengungkapkan, situasi global saat ini yang cukup mengganggu emerging markets adalah normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral AS dan perang dagang. Meskipun demikian, tekanan tersebut tidak sebesar tahun lalu.

"Jadi bagi negara-negara emerging market yang pengelolaan ekonomi makronya bagus, salah satunya seperti Indonesia, prudent lah, dengan inflasi yg rendah, dengan CAD yang terkendali," ungkapnya seperti ditulis pada Rabu (3/4/2019).

Mirza mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan tengah diusahakan untuk diturunkan ke kisaran 2,5 persen. Selain itu, defisit APBN bisa dijaga di bawah 2 persen. Hal ini menjadi modal bagi investor untuk melirik Indonesia untuk berinvestasi.

"Pertumbuhan kredit yang bahkan sudah bisa recover, kan yoy sudah mendekati 12 persen, sehingga investor sudah bisa membedakan antara negara yang memang secara global iklimnya mendukung emerging market," jelasnya.

"Jadi emerging market yang ekonomi makronya bagus ya kondisi pasar keuangannya diuntungkan. sedangkan kondisi emerging market yang kondisi makro dan politiknya tidak bagus ya, salah satunya Turki. Jadi investor yang di emerging market sudah bisa membedakan," imbuhnya.

 

2 dari 2 halaman

Perhatian BI

Dia mengatakan ada beberapa hal yang diperhatikan BI dalam menentukan kebijakan moneternya. Pertama, adalah suku bunga bank sentral AS. "Satu, Fed fund rate, yang selama ini sekarang sudah melandai, sekarang porbability di-cut di 2020 sudah 70 persen. Dari sisi Fed fund rate mendukung EM," ujarnya.

Hal kedua yang diperhatikan BI adalah kinerja inflasi. Inflasi dalam periode 2015 hingga 2019, diupayakan agar terjaga stabil dan rendah di kisaran 3 persen.

"Ketiga, CAD. Jadi ya BI ya kita perhatikan CAD dan kita mau memastikan CAD itu menuju ke 2,5 persen PDB," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com