Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan panjang proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya akan memasuki babak baru. Japan International Cooperation Agency (JICA) akan segera melakukan tahap Studi Kelaikan atau feasibility study (FS) setelah sebelumnya melakukan tahap Pra feasibility study pada tahun lalu.
Chief Representative JICA Indonesia Office Shinichi Yamanaka mengungkapkan, JICA akan segera melakukan feasibility study pada Juni.
"Untuk proyek itu nanti baru akan dimulai studinya. Feasibility study itu baru akan nanti dimulai Juni nanti, Juni tahun ini," kata dia saat ditemui di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Proses Studi kelayakan tersebut akan berlangsung kurang lebih selama satu hingga satu tahun setengah. Artinya, proses tersebut baru akan selesai di 2020. "Kira-kira sampai satu setengah tahun," ujarnya.
Keputusan JICA akan menjadi investor mayoritas atau tidak bergantung pada hasil studi kelayakan tersebut. "Nanti baru akan dipertimbangkan setelah keluar hasil feasibility study," kata dia.
Sebelumnya, proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya sempat dikabarkan akan menelan biaya sebesar Rp 60 triliun. Namun kata dia, angka tersebut bisa saja berubah bergantung hasil dari studi kelayakan nanti.
Sementara itu, jika feasibility study sudah selesai, maka proses selanjutnya yaitu melakukan tender. "Biasanya setelah itu akan ada pembuatan detail desain, terus setelah itu baru pemilihan tender kontraktor dan konsultan," tutupnya.
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Biaya Pembangunan
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri, menyebutkan saat ini proyek kereta sedang Jakarta- Surabaya masih berkutat pada proses Pra Studi Kelaikan (Pre Feasibility Study/ Pre FS). Namun, proses yang dilakukan pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) tersebut sudah memasuki tahap akhir.
Dia mengungkapkan saat ini pihaknya tengah berupaya agar biaya proyek tersebut berada di kisaran Rp 60 triliun. "Itu kan draft, masih draft, masih kasaran. Memang kita minta Rp 60 triliun, nah sekarang kita detailkan lagi," kata Zulfikri saat ditemui di kawasan Jakarta Kota, pada Senin 22 Oktober 2019.
Zulfikri optimistis biaya proyek bisa berada di bawah prediksi awal yaitu Rp 60 triliun. "Pak menteri (Budi Karya Sumadi) minta itu biaya paling efisien, paling bisa murah," ujarnya.
Dia menambahkan tim ahli dari pihak Jepang akan datang dan melakukan studi untuk menentukan metodologi teknik pembangunan. Proses tersebut disebut bisa memakan waktu hingga satu tahun ke depan sehingga proyek kereta cepat belum bisa dimulai pada tahun 2019. "Oh belum, belum (bisa dimulai tahun 2019)," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, masih banyak hal yang perlu didetailkan lagi antar kedua belah pihak. Saat ini ada tiga hal utama yang menjadi pokok bahasan dalam FS proyek tersebut.
Pertama adalah biaya paling murah atau efisien. Kedua, penggunaan konten lokal maksimal. Ketiga, melibatkan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
"TKDN tuh lokal kontennya tinggi, bicara lagi komponen-komponen yang bisa di KPBU kan tuh yang mana? Ya gitu-gitu ini yang nanti didetailkan di sini," jelasnya.
Dia menjelaskan proyek tersebut berjalan alot sebab merupakan proyek besar yang tidak sederhana. "Ya kita kan ini kan bukan pekerjaan yang simpel gitu, ini kan suatu investasi yang demikian besar ya kan," tutupnya.
Â
Â
Advertisement