Liputan6.com, Chicago - Boeing mengumumkan akan mengurangi produksi bulanan pesawat 737 MAX. Keputusan ini diambil agar perusahaan dapat fokus pada sertifikasi software pesawat mereka. Langkah ini juga tak terlepas dari fakta bahwa berbagai negara sedang mencekal pesawat itu.
Boeing mengakui keputusan ini terkait insiden jatuhnya pesawat Boeing di Indonesia dan Etiopia. Boeing berkata ada malfungsi pada sistem manuver pesawat (Maneuvering Characteristics Augmentation System, MCAS), dan mereka sedang berusaha memperbarui sistem tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Boeing sedang menyempurnakan kursus pelatihan terbaru mereka untuk para pilot. Sebelumnya, sejumlah pilot mengeluhkan kurangnya edukasi seputar pesawat Boeing 737 MAX.
"Kami telah memutuskan untuk secara sementara mengalihkan tingkat produksi 52 pesawat per bulan menjadi 42 per bulan dimulai pada pertengahan April," ujar CEO Boeing Dennis Muilenburg dalam pernyataan resminya seperti dikutip situs resmi perusahaan. Angka pengurangan tersebut kurang lebih sekitar 20 persen.
Dia menyebut Boeing juga berkoordinasi secara langsung dengan konsumen agar perubahan produksi ini tidak memberi disrupsi besar dalam hal operasional dan keuangan.
Dennis juga meminta agar dewan direksi Boeing untuk membuat sebuah komite yang bertugas meninjau kebijakan perusahaan dan proses pembuatan pesawat. Selain itu, komite juga memastikan level keselamatan tertinggi pada 737 MAX dan memberikan rekomendasi kebijakan.
"Keselamatan adalah tanggung jawab kami, dan kami mengembangnnya. Ketika MAX kembali ke langit, kami berjanji pada pelanggan maskapai kami dan penumpang mereka dan kru bahwa pesawat memiliki keselamatan selayaknya yang dimiliki pesawat terbang," ujar CEO Boeing.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengacara: Jangan Hanya Maaf, Boeing Harus Lunasi Klaim Korban Lion Air JT 610
Pengacara korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 mendesak The Boeing Company, produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh pada pada Oktober 2018 segera melunasi klaim yang diajukan para korban. Menurut para pengacara, tidak ada alasan lagi bagi produsen pesawat terbang Amerika Serikat tersebut untuk tidak membayarkan klaim.
Brian Kabateck, pengacara terkemuka Amerika Serikat dan salah satu pengacara pertama yang mengajukan tuntutan menyatakan, sudah saatnya Boeing melangkah lebih jauh dari sekadar berbicara dan permintaan maaf.
"Boeing perlu segera menyelesaikan klaim terhadap mereka, oleh keluarga yang terluka yang tidak dapat diperbaiki dan orang-orang terkasih yang kehilangan ibu, ayah, putri mereka dengan cara yang paling mengerikan. Boeing harus bekerja dengan semua yang terlibat untuk menyelesaikan masalah ini sekarang," kata Kabateck melalui keterangan resmi yang diperoleh Liputan6.com, Jumat, 5 April 2019.
Pernyataan Kabateck menanggapi surat Chief Executive Boeing, Dennis Muilenburg yang berisi pernyataan dan belasungkawa pada hari Kamis (4/4) waktu setempat untuk 346 orang yang meninggal dalam kecelakaan Boeing 737 MAX 8 di Indonesia dan Ethiopia.
Boeing untuk pertama kalinya mengakui peran sistem anti-stall pada Boeing 737 MAX 8 dalam dua tragedi jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines dan Lion Air.
Muilenburg menyampaikan pengakuan ini menanggapi laporan awal tragedi Ethiopian Airlines yang dirilis otoritas Ethiopia. Dalam laporan itu, para penyidik Ethiopia mendapati bahwa sebuah sensor yang mengalami malfungsi dalam penerbangan Ethiopian Airlines bulan lalu, telah mengirimkan data tidak benar kepada sistem kontrol penerbangan pada pesawat jenis 737 MAX 8 itu.
Sanjiv Singh, penasihat utama Kabateck dalam kasus gugatan korban Lion Air terhadap Boeing di AS menegaskan, perkembangan ini belum pernah terjadi sebelumnya dan membuat sejarah dalam litigasi bencana penerbangan.
Menurut dia, CEO Boeing telah mengakui tanggung jawabnya sebelum kesimpulan investigasi pemerintah. Oleh karenanya, keluarga di Indonesia dan Ethiopia harus diberi kompensasi sekarang oleh Boeing dan perusahaan itu harus bertanggung jawab.
Advertisement