Sukses

Pengembangan Blok Masela Terhambat Masalah Pembebasan Lahan

Saat ini terdapat dua isu yang menjadi bahan diskusi dan belum menemukan titik temu mengenai Blok Masela, yakni terkait lahan dan insentif.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman menyatakan bahwa pengembangan proyek Blok Masela tetap dilakukan di darat alias onshore. Namun masih ada beberapa hal yang menghambat pengembangan proyek yang terletak di Maluku tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan setelah pilpres usai, dirinya akan bertemu dengan Chairman Shell.

"Masela enggak ada masalah. Tetap di offshore. Nanti si Chairman Sheel ke Indonesia. Dia akan ketemu saya," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Senin (8/4/2019).

Deputi Kemenko Maritim bidang Infrastruktur, Ridwan Djamaluddin mengatakan saat ini terdapat dua isu yang menjadi bahan diskusi dan belum menemukan titik temu mengenai Blok Masela, yakni terkait lahan dan insentif.

"Kami adakan pertemuan dengan SKK Migas intinya kegiatan di darat tetap dilakukan. Yang masih diskusi antara kedua belah pihak pembebasan lahan 1.400 hektare sudah diproses di KLHK. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mempercepat proses dari 3-4 tahun menjadi 1-2 tahun," jelas Ridwan.

Sementara mengenai insentif, kata Ridwan, pembahasan terutama terkait dengan pembagian split dalam skema bagi hasil gross split. "Yang kedua permintaan usul tambahan Insentif dan split," imbuhnya.

Ridwan mengatakan apabila dua isu tersebut bisa dibereskan maka proposal pengembangan atau plan of development (POD) akan bisa disepakati.

"Diharapkan kalau semua berjalan lancar, POD akan segera dapat disepakati," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Blok Masela Memasuki Kajian Teknik Proyek

Sebelumnya, Blok Masela di Maluku belum juga memasuki tahap pembangunan fisik, saat ini lapangan gas Abadi tersebut masih menempuh proses administrasi.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengatakan, saat ini sedang dilakukan kajian teknik Blok Masela. Dia menargetkan, kajian tersebut rampung pada Januari 2019.

‎"Kita sedang bahas, review teknik mudah-mudahan minggu kedua Januari," kata Dwi, di Jakarta, Kamiss (3/12/2018). 

Dwi menuturkan, jika dari hasil kajian teknik proyek yang digarap Inpex Corporation dan Shell tersebut harus ada perubahan, maka akan mempengaruhi besaran investasi. Untuk diketahui, perhitungan awal investasi Blok Masela sebesar USD 22 miliar, kemudian angka tersebut turun menjadi USD 15,5 miliar.

"Ya kalau teknik berubah pasti berubah," tutur dia.

Setelah kajian teknik selesai, selanjutnya adalah kajian komersil blok Masela tersebut. Dia pun berharap berbagai tahapan kajian bisa terlaksana, sehingga proses administrasi bisa diselesaikan.

"Komersialisasinya (setelah kajian teknik), mudah-mudahan bisa kita selesaikan‎," kata dia.

3 dari 3 halaman

Ada Calon Pembeli Minati Gas dari Blok Masela

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, saat ini sudah ada pihak yang mengincar gas dari Blok Masela‎. Proses negosiasi nilai investasi blok tersebut sedang berlangsung.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, Blok Masela akan menghasilkan gas bumi  melalui pipa sebanyak 150 MMSCFD, serta gas alam cair (Liqufied Natural Gas /LNG) seesar 9,5 juta metrik ton per annum (MTPA).

‎"9,5 juta ton per tahun LNG-nya dan ditambah 150 mmscfd (gas pipa)," kata Dwi, di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Menurut Dwi, keberadaan proyek hulu minyak dan gas bumi (migas) Masela membawa dampak berganda bagi daerah. Terlebih saat ini sudah ada calon pembeli gas bumi yang dialirkan melalui pipa. "Sekarang sudah ada yang mengincar untuk yang 150 mmscfd,"

‎Dwi mengungkapkan, pembangunan fasilitas pengolahan gas Blok Masela tetap dibangun di darat, sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saat ini SKK Migas dengan Inpex Corporation selaku opertor masela masih melakukan negosiasi menentukan besaran investasi, serta insentif yang sesuai dengan besaran investasi.

"P‎emerintah itu sesungguhnya berkeinginan supaya ini segera jalan. Tetapi kembali lagi kalau misalnya dengan capex yang masih over, tinggi, kami tidak bisa memberikan insentif yang besar kepada investor. Sewajarnya saja," tandasnya.