Sukses

Tarif Batas Bawah Tiket Pesawat Sulitkan Maskapai Berkembang

Di tengah kebutuhan akan jasa angkutan udara yang semakin besar, konsumen kini dihadapkan pada tingginya harga tiket pesawat.

Liputan6.com, Jakarta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai adanya penetapan tarif batas bawah tiket pesawat membuat industri penerbangan dalam negeri sulit berkembang. Pasalnya, para pelaku di industri ini tidak memiliki fleksibilitas untuk menetapkan harga yang lebih murah guna agar bisa bersaing dengan pelaku lain.

Ketua BPKN, Ardiansyah Parman mengatakan, di tengah kebutuhan akan jasa angkutan udara yang semakin besar, konsumen kini dihadapkan pada tingginya harga tiket penerbangan. Hal ini salah satunya lantaran maskapai tidak bisa fleksibel dalam menentukan harga lantaran terbentur kebijakan tarif batas bawah.

"Akses masyarakat terhadap angkutan udara, sebenarnya pengaturannya tidak hanya sebatas menetapkan tarif batas bawah dan atas. Tarif batas bawah ini menyebabkan pelaku usaha tidak memiliki fleksibilitas ketika punya kesempatan untuk memberikan harga yang lebih rendah. Kalau dia berikan harga lebih rendah, dia akan melanggar aturan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Menurut dia, sebenarnya pada saat-saat tertentu maskapai bisa saja memberikan harga tiket  pesawat yang lebih murah kepada konsumen. Contohnya, saat harus mengirimkan pesawatnya dalam kondisi kosong ke tempat lain.

"Sebenarnya ada pelaku usaha sebenarnya dia kirim pesawatnya dari Jakarta ke Ujung Pandang karena harus digunakan besok pagi hari, ini harus berangkat tengah malam. Ketika dia menawarkan harga yang rendah dan konsumen harus berkorban dengan berangkat tengah malam kan bisa saja," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Ardiansyah, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan tarif batas bawah tiket pesawat.

Dengan demikian, maskapai tetap memiliki ruang untuk menentukan harga tiketnya tanpa mengurangi faktor keamanan dan keselamatan penumpang.

‎"Masalah (tarif batas bawah) dicabut atau tidak, itu kewenangan pemerintah. Tetapi intinya, untuk kepentingan nasional, untuk pertumbuhan jasa penerbangan di Indonesia, harus dipikirkan kebijakan yang out of the box agar kita bisa bersaing. Jangan sampai konsumennya sulit, nanti pelaku usaha tidak (berkembang). Kita kan masih membutuhkan jasa transportasi yang mudah, yang aksesnya murah, tetapi tidak ada tawar menawar mengenai keamanan dan keselamatan," tandas dia.

2 dari 3 halaman

Kemenhub Pantau Harga Tiket Pesawat di Bandara Soekarno Hatta

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, melalui Direktorat Angkutan Udara, melakukan pemantauan harga tiket pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang.
 
Pantauan guna memastikan maskapai telah mematuhi Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
 
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti memastikan pihaknya akan terus memantau harga yang diberikan oleh maskapai tidak menyalahi aturan.
 
 
"Kami terus memantau tarif tiket pesawat yang ditetapkan maskapai tidak melebihi Tarif Batas Atas yang telah ditetapkan oleh Kemenhub agar jangan sampai memberatkan masyarakat," kata Polana, Selasa (9/4/2019).
 
Berdasarkan hasil pemantauan pada tiga operator penerbangan yaitu Sriwijaya Air, Lion Air dan Garuda Indonesia untuk penerbangan yang berasal dari Bandara Soetta masih belum melampau Tarif Batas Atas (TBA). 
 
Untuk maskapai Sriwijaya Air rute CGK-BPN dengan tarif NET yang dikenakan rata-rata Rp 1.526.050 dari penetapan TBA sebesar Rp 1.702.000 , Untuk  maskapai Lion Air rute CGK - BPN  tarif NET yang dikenakan rata-rata Rp 1.262.950  dari penetapan TBA sebesar Rp 1.607. 000.
 
Sementara harga tiket pesawat Garuda Indonesia, rute CGK-BPN menetapkan tarif NET rata rata  Rp 1.695.488 dari penetapan TBA sebesar Rp 1.891.000. 
3 dari 3 halaman

Harga Tiket Pesawat Mahal, Penumpang Domestik Merosot

Harga tiket pesawat yang mahal masih menjadi polemik. Penumpang yang punya alternatif moda lain akan beralih, sementara yang lainnya pasrah membeli tiket mahal agar dapat pergi ke tempat tujuan.

Maskapai pelat merah seperti Garuda Indonesia sudah mencoba menurunkan harga dengan memberikan diskon sebesar 50 persen.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin menyatakan, memang ada penurunan jumlah penumpang setelah harga tiket pesawat naik, setidaknya untuk rute-rute domestik yang jarak tempuhnya dekat.

"Untuk rute-rute dekat seperti Jakarta-Jogja itu mengalami penurunan, tapi tergantung kalau lagi libur atau Lebaran mungkin tidak terpengaruh, kalau low season itu cukup menurun," ungkapnya di Palangkaraya, Senin (8/4/2019).

Dirinya tidak menyebutkan pasti berapa persentasenya. Ada dua faktor yang menyebabkan penurunan penumpang, yaitu adanya alternatif moda untuk rute dekat dan kesiapan operasional dari maskapai.

"Contohnya seperti Lion, ada 10 pesawat yang digrounded dan itu pasti berpengaruh," ujar dia.

Sementara, jumlah penumpang internasional masih tetap stabil. Bandara di timur Indonesia juga tidak terlalu terpengaruh. 

 Tonton Video Ini: