Liputan6.com, Jakarta - CEO dan Founder Amartha, Andi Taufan Garuda Putra mengungkapkan, kehadiran financial technology (fintech) atau teknologi keuangan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi mitra alias masyarakat yang meminjam dana.
Menurut dia, berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh internal Amartha, pemasukan para mitra naik signifikan setelah meminjam dari Amartha.
Mitra Amartha, kata dia, adalah para perempuan pengusaha mikro dan kecil. Sehingga pinjaman digunakan sebagai modal usaha.
Advertisement
"Dari hasil survei yang kita lakukan. Income para peminjam kita memang meningkat setelah mengakses pinjaman dari kita. Awalnya pendapatan Rp 4,5 juta, setelah itu Rp 6 juta. Naik sekitar 40 persen," kata dia, di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Baca Juga
Persentase pembayaran pinjaman tepat waktu (on time repayment) di Amartha pun sangat tinggi, mencapai 97,5 persen per akhir Maret 2019. Hingga saat ini, rasio kredit macet alias NPL berada di kisaran 1 persen.
Tak hanya itu, kehadiran Amartha juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat tempatnya beroperasi.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
885 Agen Direkrut
Hingga saat ini sudah 885 agen yang direkrut untuk menjadi agen lapangan Amartha. Sebagian besar agen lapangan adalah perempuan.
"Kita juga pakai tenaga untuk agen itu dari orang setempat. Biasanya yang tamat SMA. Kalau yang perguruan tinggi, dari perguruan tinggi setempat juga. Mereka bisa dapat fix income itu rata-rata UMR. Juga ada uang makan, transpor, dan insentif," jelas dia.
Dia pun menegaskan, Amartha akan terus berfokus pada penyaluran pinjaman produktif. Selain dapat membantu pengembangan usaha masyarakat, risiko kredit macet pun dapat ditekan. Saat ini jumlah mitra Amartha mencapai 207.000 orang yang tersebar di 3.500 desa.Â
"Pinjaman konsumtif bukan bisnis model yang kita jalankan di Amartha. Mereka (Peminjam Amartha) ada bisnis yang berjalan untuk bayar angsuran. Kita juga mendampingi mereka. Kita bentuk komunitas. Kalau bisnis lagi kurang bagus, komunitas akan bantu," tandasnya.
Â
Advertisement
Simak Cara Fintech Amartha Tagih Angsuran kepada Nasabah
Sebelumnya, Perusahaan financial technology (fintech), khususnya fintech Peer-to-Peer (P2P) lending terus mengalami perkembangan. Namun, di tengah perkembangan pesat tersebut, terdapat sejumlah catatan negatif. Salah satunya terkait cara penagihan utang yang dinilai kasar.
PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), salah satu pionir layanan fintech Peer-to-Peer (P2P) lending di Indonesia menyatakan bahwa pihaknya menjalankan langkah yang lebih humanis, dalam menagih.
Vice President of Growth Amartha, Fadilla Tourisqua Zain mengatakan sejak semula, Amartha memasukkan pada peminjam dalam kelompok yang terdiri dari 15-20 orang.
"Syarat kalau dia mau pinjam dari Amartha harus perempuan. Mereka harus buat kelompok 15- 20," kata dia, di Jakarta, Rabu 10 April 2019.
Melalui kelompok tersebut, berbagai hal dilakukan. Mulai dari akses pinjaman, edukasi, hingga penagihan angsuran. Yang menarik dari sistem penagihan di Amartha adalah anggota kelompok juga ikut bertanggung jawab terhadap pinjaman anggota. Ini sudah disetujui oleh semua anggota kelompok.
"Diberitahukan kalau hari Sabtu ada yang belum bisa bayar dibantu ya. Angsuran mereka disampaikan seminggu sekali. Ada yang namanya tanggung renteng. Kalau yang satu belum bisa bayar 14 lain patungan," jelas dia.
"Nanti cara yang satu itu ganti bagaimana. Bisa dengan uang, bisa juga dengan cara ngirim nasi uduk ke 14 orang itu satu porsi bisa kan Rp 7.000, Rp 10.000 ke sana. Jadi ada kearifan lokal," imbuhnya.
Tak hanya itu. Kelompok juga menjadi sarana untuk edukasi. Pihaknya kerap memberikan edukasi maupun pelatihan kepada peminjam, yang semuanya memang terdiri dari perempuan pengusaha mikro dan kecil.
"Kita beri tahu kalau dagang ketoprak sehari dapat Rp 100 ribu sisihkan Rp 20 ribu untuk cicilan 30 untuk bayar utang lain, Rp 50 ribu buat keperluan lain. Sederhana tapi kita yakin ini bisa membangun habit dan kedisiplinan peminjam," tandasnya.
Â