Liputan6.com, Jakarta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran startup lokal yang sudah tumbuh dan berkembang akan dikuasai asing. Kolaborasi justru dibutuhkan agar startup dapat semakin berkembang dan menjangkau pasar yang lebih luas.
"Itu masalah (startup) dibeli oleh asing kaitannya masalah pasar ya. Tidak berarti kalau dibeli, kita terus mati, enggak," kata dia di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Dia menegaskan, justru jika ada startup lokal yang dibeli oleh asing harus menjadi pemicu bagi anak bangsa lainnya menciptakan inovasi dan terobosan baru.
Advertisement
Masuknya asing ke dalam startup juga dinilai sebagai kolaborasi. Sebab jika tidak ada kolaborasi, akan sangat sulit mengembangkan diri sendiri tanpa bantuan dari pihak lain.
"Manakala kita produk tidak bisa kita kembangkan sendiri maka kolaborasi. Ini gak bisa kita hidup sendiri, hidup kita harus berkolaborasi. Kallau kita ingin kolaborasi, akan maju. Tapi kalau gak kolaborasi, gak kompetitif," ujarnya.
Dia mengungkapkan ada beberapa kesulitan yang dapat dialami oleh startup jika hanya berdisi sendiri. Mulai dari sisi permodalan hingga pemasaran.
"Biasanya kalau produk itu dimiliki sendiri, pertama permodalannya berat, pasarnya berat, tapi dengan kolaborasi modal naik, pasar luas," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Tertinggal 10 Tahun, Pertumbuhan Startup RI Kini Mampu Lampaui Negara Lain
Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengungkapkan pertumbuhan usaha rintisan (startup) di Indonesia sangat pesat. Bahkan sudah melampaui negara Iran yang telah lebih dahulu mengembangkan startup.
Dia menuturkan jika awalnya Indonesia telah tertinggal selama 10 tahun dalam pengembangan startup. Sebagai contoh Iran yang telah mengembangkan startup sejak tahun 2004. Sementara di Indonesia, startup baru merebak sejak tahun 2014.
Tidak mau tertinggal jauh, Menteri Nasir menuturkan mengatakan Indonesia rajin menimba ilmu terkait startup dari negara lain seperti Korea Selatan, Jepang hingga Eropa.
Bahkan Kemenristekdikti telah mengucurkan anggaran khusus untuk mendorong pertumbuhan startup di Indonesia. Tahun ini, anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 400 miliar.
“Sekarang di Indonesia, saya belajar di Korea Selatan, Jepang maupun negara Eropa lainnya. Setelah saya pelajari, saya baca potensi Indonesia yang besar dan mampu. Jadi saya laporkan ke Pak Jokowi dan menyampaikan sekarang dianggarkan khusus untuk startup,” kata dia dalam acara Indonesia Startup Summit, di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Semua usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil yang menggemberikan. Saat ini Kemenristekdikti mencatat ada 1.307 startup di bawah binaannya. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan perumbuhan Iran dalam 10 tahun.
“Dibandingkan dengan Iran, dia memulai tahun 2004. Kita ketinggalan jauh sampai pada 2014. Saya tanya berapa startup yang sudah dikembangkan jadi industri dalam 10 tahun. Akhirnya dari tahun ke tahun dan 2019 Indonesia menghasilkan 1.307 startup melebihi Iran dalam masa 10 tahun,” ungkapnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Kategori
Dari 1.307 startup tersebut dibagi menjadi dua kategori. Yaitu perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) yang sudah masuk industri dan calon perusahaan pemula berbasis teknologi.
"Yang 558 itu perusahaan pemula berbasis teknologi, yang sisanya adalah calon perusahan pemula berbasis teknologi," dia menambahkan.
Fakta tersebut membuat eksistensi startup di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Ini lompatan yang luar biasa dan yang selama ini tidak bisa kita abaikan begitu saja, betul - betul kita perhatikan. Dan dalam hal dalam daya saing, kita ini ada satu kenaikan yang luar biasa dalam riset dan inovasi. Ini yang selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian yang serius," tutupnya.