Sukses

INDEF: Siapa pun Presiden Terpilih, RI Pasti Tetap Impor

Substitusi impor perlu diperhatikan bila pemerintah ke depan mau terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Liputan6.com, Jakarta
Institute for Development of Economics and Finance menyampaikan beberapa permasalah krusial negara di bidang ekonomi yang diharapkan dapat disentuh dan diberikan solusi kedua pasangan calon presiden (capres). Salah satunya mengenai persoalan impor.
 
Seperti diketahui, debat kelima calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) akan berlangsung pada Sabtu (13/4/2019) malam ini. Debat babak terakhir ini akan menghadirkan pembahasan mengenai ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi, serta perdagangan dan industri.
 
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai, substitusi impor perlu diperhatikan bila pemerintah ke depan mau terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. 
 
"Karena untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen itu dibutuhkan beberapa hal. Salah satunya berkaitan dengan substitusi impornya bagaimana. Karena kalau mau butuh perekonomian yang tinggi, itu butuh ditopang oleh substitusi impor untuk bahan baku dan bahan penolong," ujar dia kepada Liputan6.com.
 
Adapun menurut catatan INDEF, menghentikan impor merupakan sesuatu yang utopis. Itu disebabkan dua faktor, yakni semakin rendahnya output di sektor pertanian dan peternakan. Sementara pertumbuhan penduduk terutama kelas menengah terus meningkat, dan sektor industri yang masih mengandalkan bahan baku impor.
 
Tingkat dependensi industri terhadap impor terhitung masih tinggi. Impor bahan baku masih menyumbang 70 persen dari keseluruhan impor. Ini menunjukan bahwa industri Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor oleh sebab lemahnya industri hulu domestik.
 
Kontribusi impor konsumsi sudah mencapai 9 persen dalam tiga tahun terakhir, setelah selama 16 tahun berada di posisi 7-8 persen. Impor konsumsi memperlihatkan bahwa industri dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri diakibatkan dengan semakin bergesernya struktur ekonomi ke arah jasa.
 
Neraca perdagangan non-migas Indonesia pada 2018 juga tercatat mengalami surplus USD 3,96 miliar, terendah sejak 2012 (USD 3,92 miliar).
 
INDEF menganggap, jika tidak ada penanganan serius dan perencanaan industri ke depan, maka kondisi 1996 mungkin saja terulang, dimana neraca perdagangan non-migas terancam defisit antara satu hingga dua tahun ke depan.
2 dari 2 halaman

Pengamat Ingin Debat Capres Tak Hanya Bahas Harga Cabai

Debat pemilihan presiden atau debat pilpres 2019 akan memasuki babak terakhir pada Sabtu, 13 April 2019.

Topik yang akan diangkat dalam debat pamungkas tersebut adalah ekonomi, kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menginginkan, debat pilpres mendatang tidak hanya membicarakan masalah harga bahan pokok seperti cabai.

Menurut dia, dalam debat-debat sebelumnya kedua pasangan calon tidak fokus pada masalah yang saat ini dihadapi Indonesia. 

"Kondisi ini menjelang debat capres, isu ekonomi selalu dibahas parsial. Isunya yang diangkat yang kecil, persoalan cabai. Bukan persoalan inti di level pilpres, tidak fokus pada solusi. Satu sibuk mengkritik, satu sibuk menyampaikan apa yang sudah dicapai," ujar Piter di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Padahal, lanjut Piter, Indonesia saat ini memiliki masalah di sektor fiskal, energi dan kesejahteraan yang belum disampaikan secara tuntas oleh kedua pasangan. Kedua pasangan juga belum memiliki solusi konkret untuk masalah ini. 

"Tidak menceritakan masalah kita apa dan solusinya. Padahal yang dibutuhkan persoalan kita apa. Kita ada masalah di listrik, fiskal, kesejahteraan. Artinya kita punya masalah ini yang tidak tergali. Tidak tergali di empat debat, yang dikatakan parsial dan tidak fokus," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

Video Terkini