Sukses

JK Bantah Terjadi Deindustrialisasi di Indonesia

Industri juga menjadi kontributor terbesar dalam penerimaan negara pada 2018 yang mencapai sebesar 30 persen dari total penerimaan pajak.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menegaskan jika kondisi sektor industri di Indonesia tidak mengalami penurunan atau terjadi deindustrialisasi. Industri di tanah air terus berkembang, bahkan pertumbuhannya bisa mencapai 5 persen per tahun.

"Sudah dijelaskan bahwa tidak benar terjadi deindustrialisasi, sebab pertumbuhan industri kita juga 5 persen per tahun tidak ada yang berkurang," kata dia saat membuka Indonesia Industrial Summit 2019 di ICE BSD, Tangerang, Senin (15/4/2019).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan sektor industri saat ini juga telah berkontrubusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini terlihat kurun 2014 hingga 2017, kontribusi sektor industri ke PDB tembus di atas 20 persen.

"Pertumbuhannya 21,3 persen. Artinya industri tetap yang tertinggi sektor tertinggi dalam pendapatan nasional," jelas dia.

Meski telah meningkat, JK tak menampik bahwa sektor industri sempat menurun. Akan tetapi, penurunan itu terjadi pada saat harga komoditas merosot.

"Beberapa waktu lalu ada penurunan krisis 2008-2009 mungkin. Setelah itu ada perkembangan yang baik," pungkas dia.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian sektor industri merupakan kontributor terbesar terhadap PDB Indonesia pada tahun 2018.

Sektor ini juga menjadi kontributor terbesar dalam penerimaan negara pada 2018 yang mencapai sebesar 30 persen dari total penerimaan pajak.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Kemenperin Bantah Indonesia Alami Deindustrialisasi

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah jika Indonesia tengah mengalami fase deindustrialisasi. ‎Meski saat ini pertumbuhan industri menurun dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan, salah satu gejala dari deindustrialisasi yaitu penurunan kontribusi industri terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Meski terjadi penurunan, namun kontribusi industri terhadap PDB masih cukup besar yaitu sekitar 22 persen.

‎"(Gejala deindustrialisasi) Pertama, kontribusi industri terhada PDB sangat rendah, artinya menurun drastis. Ini sekarang kan masih cukup tinggi. Memang secara persentase agak turun, tetapi kan ekonomi sudah tumbuh, investasi jalan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (14/4/2019).

Kemudian, gejala lain dari deindustrialisasi yaitu penurunan jumlah dan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Menurut Haris hal tersebut juga tidak terjadi saat ini.

"Kedua, dari sisi tenaga kerja dia mengalami penurunan. Sekarang kita tiap tahun masih butuh tenaga kerja yang besar. Kita selalu ada program link ank match. Artinya kebutuhan tenaga kerja di industri itu besar. Cuma masalahnya tidak link dan tidak match dengan kebutuhan industri. Tahun ini kita sudah sekitar 18 juta tenaga kerja (di industri) dan tiap tahun diharapkan terjadi penyerapan tenaga kerja sekitar 600 ribu orang," jelas dia.

Melihat dua hal ini, lanjut Haris, pernyataan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto terkait deindustrialisasi yang disebut tengah melanda Indonesia tidak terbukti. Selain itu, industri Indonesia juga masih punya potensi untuk tumbuh dengan masuknya era revolusi industri ke-4 (industri 4.0).

"Dengan dua hal itu, tidak terbukti deindustrialisasi.‎ Mereka kan hanya mendengar orang-orang yang ngomong. Tetapi yang ngomong orang yang tidak mengerti industri," tandas dia.

 

3 dari 3 halaman

Prabowo Sebut RI dalam Kondisi Deindustrialisasi

Untuk diketahui, Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto menyatakan jika Indonesia telah mengalami deindustrialisasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk impor yang membanjiri Indonesia.

"Telah terjadi deindustrialisasi, sekarang bangsa Indonesia tidak produksi apa-apa. Kita hanya bisa menerima bahan produksi dari bangsa lain," ujar dia dalam Debat ke-5 di Jakarta, Sabtu (13/4/2019).

Prabowo mengungkapkan, masalah ini harus segera diatasi. Capres nomor urut 02 tersebut mengaku telah memiliki strategi untuk mengubah masalah ini.

"Ini keliru dan harus dirubah, kami punya strategi, kami menilai bangsa ini menyimpang dari filosofi dan tidak punya prinsip," ungkap dia.

Sebelumnya, Calon Presiden Prabowo Subianto mengatakan Indonesia berada dalam arah yang salah. Hal ini membuat peningkatan kesejahteraan masyarakat semakin sulit untuk tercapai.

‎"Kami berpandangan bahwa bangsa kita sekarang ini berada dalam arah yang salah. Kalau diteruskan, tidak memungkinkan membawa kesejahteraan yang sebenarnya bagi bangsa Indonesia," ujar dia dalam debat ke-5 di Jakarta, Sabtu (13/4/2019).

Prabowo mengungkapkan, salah satu hal yang menurutnya salah arah yaitu soal banyaknya kekayaan Indonesia yang mengalir keluar negeri selama ini. ‎

"Dalam Undang-Undangan 1945 sangat jelas bahwa kita tidak bisa membiarkan kekayaan nasional mengalir ke luar negeri yang juga diakui pemerintah sekarang, kekayaan Indonesia mengalir keluar negeri. Lebih banyak uang orang Indonesia di luar negeri," kata dia.