Sukses

Incar Pertumbuhan 5,6 Persen, Jokowi Minta RAPBN 2020 Lebih Efisien

Pemerintah sejak Februari 2019 telah mulai menyusun pagu anggaran untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sejak Februari 2019 telah mulai menyusun pagu anggaran untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 untuk seluruh kementerian/lembaga (K/L).

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menuturkan, kebijakan pokok dalam penyusunan APBN adalah untuk memacu investasi dan ekspor, terutama bertumpu kepada bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Selain itu juga tetap menjaga pembangunan infrastruktur.

"Bapak Presiden meminta supaya anggaran diefisienkan, terutama dari sisi belanja barang di dalam rangka untuk betul-betul memfokuskan anggaran untuk kebijakan pembangunan, yaitu terutama belanja modal dan belanja-belanja yang tadi berhubunga dengan SDM dan infrastruktur," ujar Sri, usai ikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa (23/4/2019).

Selain itu, efisiensi birokrasi harus dilakukan, terutama bagaimana mendorong investasi, ekspor melalui berbagai macam insentif-insentif yaitu insentif fiskal yang bisa dilakukan maupun dari sisi pelayanan untuk memberikan kemudahan kepada para investor.

"Dengan rambu-rambu tersebut, dan juga tentu dengan berbagai program-program yang selama ini sudah disampaikan untuk ditampung, seperti Kartu Sembako, Kartu KIP Kuliah, Kartu Pra Kerja, kami mulai hitung kebutuhan anggaran untuk tahun anggaran 2020," ujar Sri Mulyani.

 

 

* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini

 

2 dari 4 halaman

Selanjutnya

Pada awal ini, menurut Sri, pemerintah berasumsi pertumbuhan ekonomi akan berkisar antara 5,3 persen-5,6 persen. "Bapak presiden mengharapkan kita bisa memacu sampaikan ke 5,6 persen," ujar dia.

Sementara inflasi, menurut dia, masih akan tetap terjaga antara dua hingga empat persen. Suku bunga antara 5-5,3 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mungkin masih agak bervariasi.

"Karena tahun ini kita menggunakan asumsi Rp 15.000 per dolar AS. Namun, sekarang sudah mencapai 14.000. Jadi kita akan menggunakan range yang masih lebar. Sementara untuk harga minyak, juga masih antara 60 dengan 70. Dan juga untuk lifting minyak maupun gas yang kira-kira mungkin setara dengan yang selama ini masih diproduksi, meski pun angkanya masih di dalam range," tutur dia.

 

3 dari 4 halaman

Fokus Pemerintah

Sri Mulyani menuturkan, dalam pembahasan hari ini, sudah mulai difokuskan bagaimana program-program prioritas mendesak yang akan dilakukan dan akan bisa ditampung. “Seperti tadi untuk pembangunan sumber daya manusia seperti KIP kuliah maupun Kartu Pra Kerja, vokasi ini akan dikoordinasi lagi oleh menteri-menteri terkait,” ujar dia.

Kemudian juga untuk BPJS Kesehatan, menurut dia, juga masih akan dilakukan review berdasarkan hasil audit dari BPKP.

"Namun kita sudah mulai mempertimbangkan untuk menaikkan iuran yang dibayarkan melalui PBI Pemerintah dari yang sekarang ini Rp 23.000 lebih tinggi lagi tapi belum ditetapkan namun sudah ada ancang-ancang untuk menaikkan, juga jumlah penerimanya dinaikkan menjadi di atas Rp 100 juta per orang," ujar dia.

Untuk infrastruktur, Sri Mulyani menambahkan, Presiden dan Wapres mengharapka agar ada kenaikan terutama untuk jalan-jalan yang selama ini terutama jalan-jalan arteri, jalan yang masuk selain jalan utama terutama di daerah kabupaten, kota, dan tempat-tempat yang memang akan menjadi fokus. Ini termasuk destinasi pariwisata. Jokowi mengharapkan empat tujuan pariwisata.

"Selama ini sudah ditetapkan 10 tapi 4 yang lebih prioritas harus selesai pada 2020 nanti. Artinya selesai seluruh infrastrukturnya, seluruh fasilitasnya (fasum, fasos). Itu yaitu Borobudur, Toba, Mandalika, dan Labuan Bajo," tutur dia.

 

4 dari 4 halaman

Konsumsi

Mengenai mesin pertumbuhan ekonomi, Sri Mulyani menuturkan, akomposisi agregat demand tentu masih tetap konsumsi, ada di sekitar 5,2 persen.

Kemudian investasi diharapkan tumbuh. Namun diungkapkannya, kalau untukmendekati 5,6 persen pertumbuhan ekonomi kita berharap growth dari investasi mendekati 7,5 persen, sementara ekspor juga diharapkan tetap memiliki momentum tumbuh di sekitar 7 persen juga, dan impor tetap kita jaga pada pertumbuhan sekitar 6 persen.

"Itu semuanya adalah komposisi agregat demand-nya. Tapi sisi suplainya mungkin kita akan lihat lagi dari sisi produktivitas masing-masing sektor, apakah pertanian, terutama manufaktur yang selama ini kita harapkan untuk bisa tumbuh di atas yang selama ini hanya sekitar 4-5 persen, kita harapkan bisa tumbuh tinggi," Sri Mulyani menambahkan.

Mengenai pemangkasan belanja barang, Sri Mulyani Indrawati mengatakan,  sebetulnya yang Presiden inginkan adalah baseline kita menggunakan tahun 2015, yang waktu itu sebenarnya sudah naik cukup Rp 233 triliun untuk belanja barangnya. Sementara. sekarang ini belanja barang bisa mencapai Rp 290 triliun.

"Jadi nanti kita akan lihat space ini pasti dialihkan oleh Bapak Presiden dan Wapres untuk lebih banyak menunjang anggaran belanja modal. Kapasitas dari Menteri PUPR, Menteri Perhubungan, Menteri Energi di dalam rangka untuk membelanjakan hal itu,” terang Sri Mulyani. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: