Liputan6.com, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memastikan hingga saat ini belum ada pembahasan mengenai holding perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pernyataan ini sekaligus menjawab pernyataan Kementerian BUMN yang mengatakan holding perbankan BUMN direvisi karena ada masukan dari KSSK.
"KSSK tidak dan belum membahas holding bank BUMN," ujar Ketua KSSK Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Advertisement
Namun demikian, KSSK secara umum akan terus memantau seluruh faktor yang akan mengganggu sektor keuangan.
"Tapi kita tetap memantau faktor apa saja yang mempengaruhi dan mengganggu sektor keuangan dan itu terus kita waspadai,"Â ujar dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha, Jasa Keuangan, Jasa Survei Dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, kajian pembentukan holding perbankan sedang dalam proses finalisasi, setelah mendapat masukan dari KSSK untuk merevisi beberapa konsep, dalam diskusi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
"Sudah kita revisi lagi tentang masukan dari KSSK Kemenkeu, OJK dan BI dan kita mau diskusi lagi dengan tim salah satunya KKSK itu," ‎kata Gatot, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 22 April 2019.
Gatot mengungkapkan, masukan tersebut diantaranya mengenai efisiensi setelah holding BUMN perbankan terbentuk. Dia pun mengklaim, ‎sebelum holding perbankan terbentuk sudah menghasilkan efisien berupa penerapa ATM Link.
"Jadi holding pasti ada efisiensi dan kita bisa seperti yang kita lakukan bersana ATM Link saja itu kan sudah efisiensi bagus. Belum holding saja sudah ada efisiensi di masing-masing," tutur dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Anggaran 2020 Fokus Pacu Investasi dan Ekspor
Sebelumnya, Pemerintah saat ini tengah menyusun asumsi dasar untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.
Secara keseluruhan, fokus anggaran 2020 berorientasi untuk mendorong investasi dan ekspor.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, pertama, salah satunya adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Dengan begitu, pembangunan infrastruktur yang dilakukan selama lima tahun ini akan dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki daya saing.
"Instrumen APBN 2020 dalam rangka memacu investasi dan ekspor, terutama bertumpu kepada bagaimana meningkatkan kualitas SDM kita dan juga untuk tetap menjaga pembangunan infrastruktur karena berdasarkan pertumbuhan dan berbagai program yang kita lihat di masyarakat," kata Sri di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (23/4/2019).
Mengenai kebutuhan anggaran untuk infrastruktur apakah itu dalam bentuk jalan raya, air, sanitasi, listrik, masih diusahakan di berbagai tempat pada 2020.Â
Kedua, Presiden Jokowi ingin program efisiensi anggaran tetap dijalankan, terutama dalam hal belanja barang pada 2020.
"Ketiga, efisiensi birokrasi harus dilakukan termasuk bagaimana kita mendorong investasi dan ekspor melalui berbagai macam insentif, yaitu fiskal yang bisa dilakukan maupun dari sisi pelayanan untuk memberi kemudahan kepada investor," tambah Sri Mulyani.
Advertisement
Jokowi Ingin Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,6 Persen pada 2020
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar sidang kabinet paripurna di Istana Bogor pada Selasa, 23 April 2019. Agenda utamanya adalah pembahasan anggaran dan fokus kerja pada 2020.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani usai rapat mengatakan ada beberapa target yang akan ditetapkan untuk 2020, terutama dalam hal makro ekonomi. Salah satu soal target pertumbuhan ekonomi.
Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani mengatakan, target pertumbuhan ekonomi yang akan disasar adalah kisaran 5,3-5,6 persen.
"Untuk awal ini kita berasumsi pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,3-5,6 persen, namun Presiden berharap kita bisa pacu sampai 5,6 persen," kata Sri Mulyani di Istana Bogor, Selasa pekan ini.
Selain itu, asumsi dasar soal inflasi, akan ditetapkan di kisaran 2-4 persen dan suku bunga kisaran 5-5,3 persen.
Sementara untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Sri Mulyani menyampaikan pada 2020 akan berada di kisaran 14.000.