Sukses

Diskon Pajak 200 Persen Bagi Industri Segera Dirilis

Pengurangan pajak hingga 200 persen ini diperuntukkan bagi industri yang beri pendidikan vokasi

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menegaskan payung hukum mengenai aturan pengurangan pajak hingga 200 persen (super deductable tax) akan terbit pada semester I ini. Insentif pajak tersebut diberikan bagi industri yang menyelenggarakan program vokasi.

"PP (Peraturan Pemerintah) dan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sebagai peraturan pelaksanaan insentif tersebut ditargetkan dapat terbit semester ini," kata Airlangga saat ditemui di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (24/4/2019).

Airlangga mengatakan, insentif ini diberikan sebagai daya tarik bagi industri. Nantinya bagi perusahaan industri yang berperan aktif dalam pengembangan pendidikan vokasi, berupa superdeduction tax yaitu pengurangan penghasilan bruto sebesar 200 persen dari biaya yang dikeluarkan perusahaan.

 

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan aturan insentif pengurangan pajak hingga 200 persen (super deductable tax) bagi industri yang menyelenggarakan program vokasi belum bisa diterbitkan tahun ini.

"Iya belum (tahun ini). Ini di antara hal yang menurut pertimbangan saya penting kita lakukan. agar pembangunan sumber daya manusia (SDM) nanti benar-benar bisa masif dan sesuai kebutuhan dari industri," katanya saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/4).

Menteri Hanif menegaskan, padahal keterlibatan pihak swasta dalam investasi di sektor SDM secara masif juga menjadi penting. Seperti misalnya, adalah pemberian insentif terhadap swasta semacam super tax deduction atau pengurangan pajak di atas 100 persen.

"Kalau ada super tax deduction, partisipasi private sector untuk investasi SDM jadi lebih bisa digenjot. Sehingga ibaratnya kalau kita mau investasi SDM, duit tidak harus keluar terlalu banyak kalau swasta terlibat." katanya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Industri 4.0 Butuh Lebih Banyak SDM yang Menguasai Teknologi

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengklaim kalau revolusi industri 4.0 dengan berbagai teknologi pendukungnya--seperti Internet of Things (IoT), cloud computing, advance robotic, dan lainnya--berpotensi meningkatkan nilai tambah dan kontribusi industri terhadap PDB nasional sebesar USD 120 miliar (Rp 1.688 triliun) hingga USD 150 miliar (Rp 2.110 triliun) pada 2025.

Menurut studi McKinsey, hal tersebut berpeluang meningkatkan nilai tambah terhadap PDB nasional sebesar USD 120-USD 150 miliar pada 2025.

"Selain itu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 1-2 persen," kata Airlangga Hartarto dalam acara Indonesia Industrial Summit (IIS) 2019 di Jakarta pekan ini.

Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah membuat sebuah peta jalan yang diterapkan untuk mencapai tujuan Indonesia menjadi negara 10 besar ekonomi dunia pada 2030 yang diberi nama Making Indonesia 4.0.

Sejak peluncurannya oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) satu tahun lalu, Kemenperin melakukan berbagai langkah untuk mempercepat penerapan Making Indonesia 4.0 sebagai game changer pertumbuhan ekonomi nasional.

3 dari 4 halaman

Industri Diharapkan Tumbuh Minimal 5 Persen Tahun Ini

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap investasi dan kegiatan ekonomi kembali bergeliat usai pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) pada 17 April 2019. Dengan demikian, bisa mendorong pertumbuhan industri lebih tinggi di tahun ini.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan, pada tahun ini, pertumbuhan industri ditargetkan minimal berada di atas 5 persen. Bahkan diharapkan bisa kembali di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kita sih berharap bisa lebih tinggi dari ekonomi. Tetapi kita masih lihat, karena sekarang (2018) kan ekonomi (tumbuh) 5,17 persen, sedangkan industri 4,97 persen," ujar dia di saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (20/4/2019).

Dengan kondisi yang diharapkan lebih kondusif setelah pelaksanaan pesta demokrasi, Haris menilai bisa mendorong investasi dan kegiatan ekonomi yang selama ini tertunda karena menunggu situasi pasca Pemilu.

"Kita mengharapkan situasi makin membaik, kalau kita lihat penanaman modal asing (PMA) sudah semakin bagus. Kita harapkan setelah Pemilu terjadi peningkatan dari sisi investasi dan pergerakan ekonomi lain yang mendorong pertumbuhan industri lebih tinggi," kata dia.

‎Namun, Haris juga menyadari jika pada tahun ini masih banyak tantangan yang mempengaruhi ekonomi dan investasi di Indonesia, seperti pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan menurun. Oleh sebab itu, Kemenperin tidak memasang target yang terlalu tinggi untuk pertumbuhan industri di 2019 ini.

"Cuma banyak faktor (tantangan). Tetapi paling tidak kita harapkan (pertumbuhan industri) bisa di atas 5 persen," tandas dia.

4 dari 4 halaman

Presiden Terpilih Harus Bisa Kembalikan Kejayaan Industri Manufaktur

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyatakan, hal terpenting untuk bisa memperkuat struktur ekonomi Indonesia yakni dengan cara mengembangkan sektor manufaktur atau industri pengolahan.

"Ini yang pertama kali harus dibenahi dulu sebelum kita loncat kepada sektor jasa. Karena sekarang manufaktur kita mengalami proses deindustrialisasi dini, atau deindustrialisasi prematur yang berlangsung lebih cepat dari negara-negara Asia lainnya," urainya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (17/4/2019).

Menurut pandangannya, manufaktur ke depan akan menjadi salah satu sektor terbesar yang menyerap tenaga kerja. "Jadi kalau manufakturnya belum mampu serap tenaga kerja, bonus demografi bisa jadi bencana demografi, bisa jadi tingkat penganggurannya banyak," imbuhnya.

Dia pun berharap agar Presiden RI terpilih kelak mau memusatkan perhatian untuk bisa mengembalikan kejayaan industri manufaktur di Tanah Air.

"Jadi saya harapkan dalam konteks pilpres juga, siapapun yang terpilih, punya concern dan punya kebijakan yang memang bisa dirasakan untuk mengembalikan industrialisasi (sektor manufaktur)," ujar dia.