Sukses

Tanggapan Kemenko Kemaritiman soal Dampak Proyek Jalur Sutra bagi Indonesia

Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman menyepakati program Global Maritime Fulcrum-Belt and Road Initiative (BRI) alias jalur sutera modern.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman menyepakati program Global Maritime Fulcrum-Belt and Road Initiative (BRI) alias jalur sutera modern pada 25-26 April lalu, banyak pihak yang meragukan bahkan tidak menyukai proyek ini. 

Lantaran banyak yang merasa khawatir, Indonesia akan bernasib sama dengan negara-negara lain yang telah bekerja sama dengan China dan akhirnya terlilit hutang dengan negara besar ini.

Sebelumnya hal ini telah dibantah tegas oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Indonesia tidak akan terjebak dalam jeratan utang program jalur sutra yang saat ini tengah dijalankan oleh Indonesia dan China.

Namun, karena semakin maraknya pemberitaan yang mengatakan Indonesia akan dijual oleh Kemenko Maritim, hal ini akhirnya membuat Deputi III Bidang koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin angkat bicara perihal ini.

"Kerja sama ini kita jaga untuk saling menguntungkan. Sangat kita jaga bahwa, jangan sampai Indonesia dirugikan atas kerja sama ini,” ujar dia di Jakarta, Senin (29/4/2019).

Ridwan berharap agar kalimat ini dipahami dengan sangat baik agar ke depannya tidak ada lagi perkataan Indonesia akan dijual. 

Saat ini, Kemenko Maritim berusaha merancang kerja sama bilateral yang beberapa hal juga menjadi multilateral agar program-program yang dirancang bisa mendapatkan pendanaan secara memadai oleh China.

"Sudah menjadi rahasia global, jika saat ini Tiongkok adalah negara yang sedang kuat-kuatnya perekonomiannya sehingga dengan kemampuan itu mereka menjalin kerja sama dengan banyak negara, salah satunya Indonesia," tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Selanjutnya

Ridwan pun menambahkan jika Indonesia tidak akan terlilit hutang jika suatu saat proyek bersama dijalankan gagal, karena semua progam kerja sama itu antara pelaku usaha swasta. 

"Jika ada dana dari pemerintah Tiongkok masuk bisa saja, namun tidak disalurkan ke pemerintah Indonesia. Sehingga jika proyeknya gagal itu tidak akan menjadi hutang pemerintah,” tuturnya.

Ridwan pun menambahkan, kerja sama ini akan menguntungkan Tiongkok tapi Indonesia juga akan mendapatkan untung yang lebih banyak dari program kerjasama ini. 

"Misalnya, kemarin penandatanganan MoU pengembangan pelabuhan dan kawasan industri Kualatanjung, itu sejak dua tahun lalu atau bahkan sejak sebelumnya. Ini belum ada investor yang mau mengembangkan lebih lanjut akan ini. Padahal kita udah ke negara A perusahaan B tapi tetap aja tidak ada yang mau, jadi ketika Tiongkok mau masuk. Terus apa salahnya? Kalau ini dikatakan menjual jadi kita sudah menjual Indonesia ke Amerika pada tahun 70 karena mereka berinvestasi di freeport," ujar dia

Ridwan pun menegaskan kembali kerja sama ini dilakukan dalam upaya menarik investor karena foreign direct investment Indonesia masih belum cukup banyak. 

Sebagai tambahan informasi, telah ada enam proyek yang disepakati dalam program kerja sama ini.

Enam proyek tersebut adalah Kawasan Industri Kuala Tanjung (Sumatra Utara), Pelabuhan Kuala Tanjung, Kawasan Industri Kualanamu (Sumatra Utara), proyek energi bersih Sungai Kayan (Kalimantan Utara), Kura-kura Island Tech Park (Bali) dan program peremajaan perkebunan kelapa sawit.

 

3 dari 3 halaman

Menko Luhut Tawarkan 28 Proyek kepada China

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah menawarkan 28 proyek kepada China.

Total proyek tersebut senilai USD 91,1 miliar atau setara dengan Rp 1295,67 triliun  (asumsi kurs Rp 14.222 per dolar Amerika Serikat).

Luhut mengungkapkan, 28 proyek tersebut secara resmi akan ditawarkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kedua The Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra pada April mendatang di Beijing, China.

Namun, dia mengatakan 28 proyek tersebut dapat terealisasi jika kedua belah pihak setuju dengan syarat-syarat yang diajukan.

"Mana-mana (proyek) yang kami sepakat akan kami sign (tanda tangan). Kalau kamu (China) tidak sepakat dengan maunya kami, ya tidak kami sign," kata Luhut di Hotel Shangri-La, Jakarta Selasa, 19 Maret 2019.

Luhut mengungkapkan, ada tiga proyek yang dinilai paling prospektif dan menjanjikan untuk masuk dalam program The Belt and Road Initiative atau jalur sutra.

Namun, dia enggan mengungkapkan proyek yang dimaksud. Adapun skema yang ditawarkan adalah B2B atau bussiness to bussiness. 

Sementara itu, saat ini pemerintah juga tengah melakukan studi kelayakan proyek atau feasibility study (fs) dengan investor China pada tujuh proyek senilai USD 8,7 juta. Dari tujuh proyek tersebut beberapa di antaranya merupakan proyek yang akan ditawarkan dalam The Belt Road and Initiative. 

Dalam kesempatan serupa, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong mengatakan ada empat wilayah strategis yang akan diprioritaskan dalam program The Belt and Road Initiative berdasarkan pertimbangan geografis.

Keempat wilayah tersebut adalah Kalimantan Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. 

"Dalam diskusi saya dengan perusahaan penerbangan Korea Selatan, Jin Air mereka tengah berencana untuk meluncurkan penerbangan langsung dari Seoul ke Manado. Sehingga Manado berpotensi untuk menjadi hub penerbangan Low Cost Carrier (LCC)," ujar Thomas.

Keempat wilayah dimaksud disebutkan memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing yang diyakini dapat menjadi daya tarik para investor China.

Manado di Sulawesi Utara merupakan kota dengan daya tarik wisata yang mampu menyedot kunjungan turis internasional tiap tahun.

Sementara itu, Kalimantan Utara memiliki banyak potensi pembangkit listrik tenaga air (hydroelectric power plant).

"Ini membuka peluang untuk sumber tenaga untuk operasional smelter alumunium," ujar dia.

"Sedangkan Sumatera Utara merupakan pintu masuk ke Selat Malaka dan merupakan salah satu pusat industri kelapa sawit Indonesia. "Pemilihan kota ini sejalan dengan ideologi Presiden Joko Widodo yaitu bangun dari pinggiran," Thomas menambahkan.