Sukses

Inilah 4 Negara yang Jadi Inspirasi Jokowi Pindahkan Ibu Kota

Negara yang disebut Jokowi sebagai inspirasi kesuksesan pemindahan ibu kota.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo tampak serius melaksanakan pemindahan ibu kota di Jakarta. Sejumlah negara pun dijadikan referensi.

Presiden menilai negara-negara tersebut berhasil mengantisipasi perkembangan negaranya. Pemindahan pun berhasil terjadi dan ibu kota baru mereka berfungsi optimal.

"Banyak negara yang telah memikirkan dan mengantisipasi arah perkembangan negara mereka di masa mendatang dengan memindahkan ibu kota negara. Contohnya Malaysia, Korea Selatan, Brasil, Kazakhstan, dan lain-lain," ujar Presiden Jokowi via Instagram resminya, Senin (30/4/2019).

Jokowi menilai Jakarta akan kesulitan menanggung beban pemerintahan, layanan publik, serta bisnis. Maka dari itu, pusat pemerintah akan berpindah ke ibu kota baru di luar Jawa.

Presiden Jokowi meminta pendapat warganet tentang pemindahan Ibu Kota ke luar Jakarta (Liputan6.com/ Agustin Setyo W)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro memberikan tiga opsi kepada presiden terkait pemindahan ibu kota.

Opsi pertama adalah ibu kota tetap berada di Jakarta, opsi kedua yakni ibu kota berada di sekitar Jakarta, dan terakhir memindahkan ibu kota ke luar Jawa.

Presiden Jokowi mengatakan tidak akan mengikuti opsi pertama dan kedua. Ibu kota pun akan pindah ke luar Jawa meski belum diungkap lokasi spesifiknya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Ibu Kota Baru Cocok Pindah ke Kalimantan, Ini Pertimbangannya

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan bahwa kota di Kalimantan menjadi lokasi yang cocok jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar-benar menginisiasi rencana pemindahan ibu kota.

Ali menjelaskan ada beberapa alasan yang membuat kota di Kalimantan cocok sebagai lokasi ibu kota baru. 

Indonesia akan memiliki kota pemerintahan dan kota bisnis yang terpisah seperti Amerika Serikat (AS) dan China apabila ibu kota negara jadi berpindah. Namun, ia menyoroti biaya yang harus dikeluarkan jika pemerintah hendak berpindah rumah.

"Jakarta pasti tetap sebagai kota bisnis. Yang harus dipikirkan masalah biaya yang sangat tinggi dan pembentukannya harus terencana dengan baik. Jangan seperti Jonggol yang berhenti di tengah jalan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Selasa (30/4/2019). 

Secara perhitungan, ia melanjutkan, Kalimantan menjadi tempat yang cukup realistis untuk ditempati pemerintah di luar Jakarta. Berbagai indikator seperti faktor geografis jadi pertimbangan.

"Kalimantan dari geografis cukup bagus karena ada di tengah-tengah (Indonesia) sekaligus untuk pemerataan di kawasan timur. Kondisinya juga tidak rawan gempa karena tidak dilalui patahan," jelas dia.

Ali pun berpendapat, jika Pemerintah RI benar ingin menggeser ibu kota ke luar Jawa, pembangunan kota mandiri baru atau pengembangan kota kecil bisa jadi pilihan terbaik.

"Kota Mandiri baru, itu lebih bisa terencana dengan baik. Atau minimal kota kecil yang masih memiliki potensi besar untuk dimekarkan," tutur dia.

Namun demikian, ia meragukan realisasi pemindahan ibukota di luar Jawa yang pastinya akan memakan biaya sangat tinggi. Dia beranggapan, pengembangan kota bisnis baru lebih memungkinkan untuk coba diterapkan.

"Kalau pertimbangannya jarak harusnya dulu Jonggol bisa jadi alternatif. Tapi kalau terkait hal lain seperti kondisi gempa dan luas wilayah dan pemerataan pembangunan, harus di luar Jawa," sebutnya.

"Bangun ibu kota mungkin juga bisa lebih dari 5 tahun. Kalau kita bisnis dalam perjalannya semakin baik, maka mungkin saja nanti bisa bertransformasi sebagai ibukota," dia menandaskan. 

3 dari 3 halaman

Pemindahan Ibu Kota Butuh Biaya Rp 466 Triliun

Menteri Bambang Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40 ribu hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp 466 triliun.

"Kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi di mana skenario satu diperkirakan sekali lagi akan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau USD 33 miliar, " kata Bambang dikutip dari Antara, Senin (29/4/2019).

Luas lahan 40 ribu hektare dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa yang terdiri dari seluruh aparatur sipil negara yang bekerja di kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri turut migrasi ke ibu kota baru.

"Dengan penduduk 1,5 juta di mana pemerintahan akan membutuhkan 5 persen lahan, ekonomi 15 persen, sirkulasi infrastruktur 20 persen, permukiman 40 persen dan ruang terbuka hijau 20 persen. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40 ribu hektare untuk membuat ibu kota baru, itu skenario yang pertama," jelas Bambang.

Sementara untuk skenario kedua dengan keperluan luas lahan yang lebih kecil, yakni 30.000 hektare, dikalkulasi membutuhkan biaya Rp323 triliun atau 23 miliar dolar AS.

Untuk skenario kedua, jumlah orang yang bermigrasi yakni 870.000 jiwa terdiri dari aparatur sipil negara kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif, aparat TNI dan Polri, dan pelaku ekonomi.